Sabtu, 29 April 2017

Buruh dan Hak Hidup Layak





Oleh: Wahyudi*
Membuat kondisi adil dan sejahtera adalah tugas besar pemimpin bangsa. Kita masih ingat bagaimana setelah pemerintah menetapkan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang terjadi adalah reaksi penolakan ribuan buruh yang tak kunjung meredam.  Kalangan pekerja menuntut perbaikan upah. Sebab pekerja khawatir, jika mereka tidak menuntut, tentu hak pekerja sesuai dengan hidup layak tidak akan tercapai sehingga terwujud kesejahteraan.

Kesejahteraan disini tentunya terutama kaum pekerja mendamba adanya perbaikan kesejahteraan materil. Dalam kesejahteraan materil biasanya yang menjadi objek konflik antara pekerja dan perusahaan adalah menyangkut soal upah minimum yang ukurannya ditentukan oleh nilai uang.

Persoalan upah yang menyangkut kepentimngan buruh, pengusaha dan pemerintah ini patut kita refleksikan di momen peringatan hari buruh setiap tanggal 1 Mei. Dalam momen ini kita kaum pekerja, pemerintah, dunia usaha dan semua pihak patut untuk merefleksi kembali tentang dunia ketenagakerjaan kita. Terutama menyangkut kesejahteraan pekerja, seperti perlindungan, jaminan hak hidup layak dan hak asasi kemanusiaan lainnnya yang dijamin oleh konstitusi kita dalam UUD 1945.

Uang kadang menjadi alasan setiap insan untuk mempertahankan sikap dirinya dalam menjaga eksistensi hidupnya, meskipun tidak melulu menyangkut uang, tetapi juga menyangkut nurani kemanusiaan. “Waktu adalah uang” begitulah kiranya bunyi istilah familiar ditelinga banyak orang. Uang memang bukanlah segalanya, namun segalanya butuh uang, setiap gerak-gerik kehidupan ini pasti sedikitnya memerlukan uang.
Persoalan uang yang tidak sampai beres kadang mampu berujung pada tragedi kemanusiaan yang menyakitkan, disana ada pihak yang merasa tertindas dan ada yang berada di zona aman, disitulah kemudian muncul ketidakadilan sosial-ekonomi yang harus kita hindari. Uang inilah kiranya yang juga menjadi alasan aksi para buruh turun jalan menuntut perbaikan upah, tentu ia aksi buruh tidak sebatas bermakna dangkal hanya soal “uang”. Tapi ia berdimensi suara nurani, kemanusiaan, menyangkut hidup dan keadilan yang setiap orang berhak memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi haknya yang mendasar bagi kehidupan yang layak dan manusiawi.

Hal ini wajar, setiap orang memiliki hak dan pengharapan untuk merasakan hidup yang adil dan sejahtera bagi harkat dan martabatnya sebagai mahluk manusia. Apalagi dalam kerangka konsep kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimana dalam konsep nation-state kehidupan dibangun diatas dasar kontrak politik dan sosial, didalamnya ada hak dan kewajiban yang melekat dan bersifat mutualisme antara bangsa dengan Negara. Disinilah dalam hal kesejahteraan, Negara mengemban kewajiban menciptakan kondisi adil dan sejahtera bagi bangsanya dalam berbagai sector kehidupan, termasuk ekonomi. 

Tentu kita juga tidak setuju jika buruh mendapat upah murah. Para buruh harus mendapat gaji yang layak untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya. Buruh sebagai kompenen bangsa berhak menikmati kehidupan ekonomi yang sejahtera. Apalagi konstitusi kita UUD 1945 menjamin hal itu; kesejahteraan. Dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (2) menegaskan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Disinilah diperlukan kehadiran Negara yang mampu memberikan solusi adil bagi semua pihak, terutama jalan adil untuk buruh dan pengusaha.
***

Upah buruh indonesia menjadi momok dan persoalan mentradisi bagi dunia industri kita. Dengan alasan klasik bahwa besaran biaya tenaga kerja berkontribusi besar bagi peningkatan biaya produski. Kadangkala alasan klasik ini menjadi dasar bagi korporasi untuk menrunkan gaji para buruh. 

Apalagi ditambah persoalan masih rendahnya produktifitas tenaga kerja Indonesia menjadi pertimbangan berat para pengusaha. Tingkat produktifitas tenaga kerja Indonesia berdasarkan produk domestik bruto (PDB) sebesar 20.000 dolar AS per pekerja. Sedangkan di Thailand 22.900 dolar AS per pekerja. Terlebih dibandingkan dengan Singapur dan Malaysia, yang masing-masing 114.400 dolar AS per pekerja dan 46.600 dolar AS per pekerja. Data perbadingan ini sebagai indikasi bahwa tingkat produktifitas tenaga kerja Indonesia masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya.

Dengan persoalan demikian, sesungguhnya diperlukan kehadiran Negara untuk memeberi jalan keluar yang adil. Dimana buruh harus mau meningkatkan produktifitasnya. Sebab selama ini salah satu yang menjadi alasan saat pengusaha menolak kenaikan upah adalah soal masih rendahnya produktifitas pekerja. Sepertinya pengusaha tidak akan mempermasalahkan kenaikan upah buruh, jika produktifitas tenaga kerja sudah menduduki level yang diharapkan.

Disisi lain adalah tugas korporasi untuk bagaimana menekan biaya faktor produksi lainnya. Disinilah diperlukan perhatian serius dan langkah inovasi dari para pengusaha untuk melakukan inefisiensi biaya faktor produksi lainnya. Disisi lain kontribusi dan trobosan pemerintah sangat diperlukan. Misalnya seperti terus meningkatkan perbaikan infrastruktur sebagai jalan untuk menekan tingginya biaya logistik akibat masih buruknya infrastruktur. Selain itu, suku bunga kredit yang rendah juga dapat membantu pengusaha. Hal-hal itu harus terus diperbaiki pemerintah, termasuk memberikan intensif pajak.
***

Disinilah diperlukan jalan keluar yang ideal yang setidaknya harus melibatkan ketiga pihak; buruh, pengusaha dan pemerintah. Ketiganya dilibatkan dan masing-masing memberikan kontribusi yang terbaik. Selain itu keputusan yang diambil pemerintah setidaknya harus memperhatikan kepentingan bangsa, kepentingan kalangan pekerja, kepentingan dunia ketenagakerjaan dan kepentingan kondusifitas iklim dunia usaha. 

Pemerintah sebagai penyelenggara Negara memiliki peran kuat yang harus mampu memberi jalan tengah. Jalan yang menawarkan asas keadilan bagi kalangan pengusaha dan pekerja. Sebua jalan yang bisa memutus perselisihan terkait upah minimum dan mengakhiri kegaduhan hubungan industrial yang kerap terjadi selama ini.

Selain itu, buruh dan pengusaha juga harus saling mengerti. Bahwa ketika kondisi ekonomi dalam keadaan baik maka syogiyanya pengusaha harus lebih bijak dan adil memberi upah. Namun sebaliknya, jika kondisi ekonomi apes seperti saat ini, kalangan pekerja sejatinya mengerti dan memaklumi. Demi kelangsungan dunia usaha maka penaikan upah menjadi wajar untuk di tahan secara terpaksa sampai ekonomi membaik. Disinilah pekerja terlebih dahulu menahan sikap berlebihan menuntut kenaikan upah, hal ini untuk menghindari kerugian semua pihak.

Dengan jalan demikian, kita berharap aksi demontrasi ribuan buruh bukan lagi menjadi fenomena yang wajar di Indonesia. Selama ini percekcokan antara buruh dengan pengusaha di Indonesia menjadi pemandangan yang wajar pada setiap tahunnya. Percekcokan soal upah yang tidak ada akhirnya adalah wajah iklim dunia usaha di Indonesia. Dalam kondisi demikian pemerintah harus mengambil keputusan dan harus tetap memberi solusi adil. Baik untuk kalangan pengusaha maupun untuk kalangan pekerja.

Jumat, 24 Maret 2017

Sekolah 5 Hari




Oleh: Wahyudi 

Dalam kesempatan ini, yuuk kita mencoba mengobrolkan rencana kebijakan sekolah 5 hari yang sudah disetujui Kemendikbud dan pemerintah. Belakangan,Pelaksanaan program pendidikan lima hari kian santer menguak ditataran eksesuksi pelaksanaan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy memastikan kebijakan lima hari sekolah dalam seminggu akan diterapkan mulai tahun ajaran 2017-2018. Meskipun sebenarnya sudah banyak daerah yang menerapkan program lima hari sekolah. Tetapi dengan adanya kebijakan Menteri Pendidikan maka program lima hari sekolah itu berlaku untuk semua daerah di Indonesia. Kebijakan ini tidak hanya diberlakukan bagi pendidikan dasar dan menengah, tetapi juga untuk pendidikan agama. Terlepas dari teriakan lantang orang-orang yang berkoar mengenahi kelemahan-kelemahan fatal dari program sekolah 5 hari itu, tetapi sepertinya Menteri Pendidikan sudah tidak lagi menghiraukan suara-suara itu. Pendidikan lima hari tetap dilaksanakan dengan melihat sisi dampak postif yang selama ini diyakini pak Menteri Pendidikan.

Tentu konsekuensi yang harus ditanggung dari pelaksanaan pendidikan 5 hari adalah adanya pemadatan jam belajar di sekolah untuk menggantikan jam belajar hari sabtu yang diliburkan. Sebab hari sabtu dan minggu menjadi diliburkan. Tujuan utama dari gagasan ini adalah agar siswa memiliki banyak waktu bersama keluarga atau teman terutama di hari sabtu dan minggu. Sehingga turut mendorong pengupayaan pembentukan karakter anak.Seain itu tentunya guru juga mendapat tuntutatn pemadatan jam mengajar dalam seminggu. Artinya beban belajar siswa dan guru semakin padat seharian penuh sehingga tiada waktu bagi siswa dan guru untuk istirahat. Dengan jam belajar yang pada itu siswa dan guru lebih banyak memiliki waktu untuk berinteraksi dan tentu guru memiliki kesempatan banyak untuk menumbuhkan pembinaan karakter positif pada siswa.

Kebijakan program sekolah lima hari kita saksikan memang banyak diterapkan dan dibuktikan oleh negara-negara maju seperti Singapura, Amerika, Jerman. Negara-negara yang memiliki pendidikan maju itu Sabtu dan Minggu tidak sekolah alias libur. Sedangkan di Tanah Air, sistem enam hari sekolah yang sudah diterapkan sejak lama ternyata tidak juga mendongkrak mutu pendidikan dan kualitas negara secara keseluruhan. Di negara-negara tersebut, siswa menghabiskan waktu di sekolah hingga sore hari. Sekolah tidak hanya dipandang sebagai tempat akademik, tetapi sekolah lebih banyak difungsikan sebagai pusat pengembangan kebudayaan dan pembentukan karakter manusia melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler.

Dilain sisi, sejumlah teriakan pihak menyebut kebijakan tersebut justru akan membuat siswa tertekan, karena jam pelajar yang dipadatkan seharian penuh mulai dari pukul 07.00 hingga 16.00 WIB. Tekanan psikologis ini akan berakibat fatal bagi tumbuh kembang sang anak. Psikologis siswa akan tertekan dan stress terutama bagi siswa yang hanya memiliki lingkungan sekolah sempit tidak memiliki lahan terbuka hijau. Hal ini tidak bisa lepas dari kenyataan masih banyaknya mayoritas lembaga pendidikan di Indoensia yang mengalami keterbatasan dalam banyak aspek, baik aspek tenaga pendidik, sarana prasarana, dan infrastruktur yang ada. Kondisi fasilitas yang serba terbatas ini merupakan fenomena kebanyakan lembaga pendidikan yang ada di negeri ini Selain tekanan psikologis juga dapat menghilangnya masa bermain anak di luar sekolah.  Alhasil, kebijakan sekolah lima hari ini tak lain sebagai wajah lain dari program full day school yang sempat diwacanakan Kemendikbud namun banyak ditolak oleh berbagai pihak.

Terlepas dari pro dan kontra kebijakan ini dengan realisasi didepan mata, yang jelas kita patut memastikan bahwa  kebijakan program pendidikan lima hari telah melalui pengkajian secara komprehensif dan sangat hati-hati melalui proses yang panjang. Sehingga dampak negatifnya tidak memperunyam kekacauan pendidikan nasional kita.

Dengan sekolah lima hari penuh dimulai dari pukul 07.00 hingga 16.00 WIB. Lalu yang kita tanyakan itu berarti akan mematikan lembaga pendidikan Diniyah Ta’miliyah Awaliyah (DTA), yang selama ini telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam membekali anak memahami dasar dasar ajaran agama.  Selama ini banyak diantara anak-anak di daerah yang menggunakan waktu siangnya untuk melanjutkan belajar agama di Madrasah yang umum nya dimulai pukul 14.00 siang hingga 16.00 sore. 
Peranan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang berfokus pada penekanan pemahaman agama telah terbukti sedikit banyaknya turut membentuk karakter religisus siswa. Jika program sekolah 5 hari itu diterapkan hingga sore hari maka jelas sulit bagi anak-anak untuk mengikuti sekolah madrasah yang sudah kelelahan mengikuti pendidikan formal dari pagi hingga sore hari. Persoalan inilah kiranya yang perlu mendapat penjelasan dari hasil kajian komprehensif kebijakan program 5 hari sekolah, selain aspek masalah lainnya.

Selain itu yang harus dipikirkan adalah bahwa Indonesia tidak hanya Jakarta semata, tetapi juga terdiri dari berbagai daerah yang masih belum merata dalam banyak kualitas kehidupannya, terutama dalam hal ekonomi. Jika program sekolah lima hari diterapkan maka tentunya uang jajan siswa semakin bertambah, sebab siswa harus menghabiskan waktunya seharian di sekolah yang tentunya mengharuskan uang jajan ekstra dari orang tua. Dengan kondisi ekonomi yang serba sulit seperti saat ini diharapkan tidak menjadi kendala bagi siswa miskin yang mengalami keterbatasan sisi ekonomi orantuanya. 

Jika memang nantinya kebijakan sekolah lima hari ini tetap dilaksanakan oleh Kemendikbud, bagaimanapun kita harus optimis dan semua pihak untuk menyambut kebijakan ini dengan menyiapkan segala sesuatunya. Kita optimis bahwa kebijakan ini adalah solusi dan trobosan yang baik untuk perbaikan dunia pendiidkan nasional kita. Pada awal mulanya mungkin kebijakan ini akan mendapat banyak tantangan dan terasa pahit diterima, tetapi semoga dengan berjalannya waktu kebijakan ini dapat menjadi solusi perbaikan pendidikan Indonesoia.

Kamis, 16 Februari 2017

Banjir Cirebon dan Warning untuk Pemda


Oleh: Wahyudi
Pemerhati Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi 

Beberapa hari yang lalu wilayah Cirebon diguyur hujan seharian. Hujan  turun sejak pagi hari Rabu 15 Februari 2017. Intensitas hujan yang tinggi dan berlangsung lama menyebabkan wilayah dikepung banjir, sontak masyarakat yang tergenang banjir panik dan penuh doa agar hujan redah dan banjir surut. Terutama wilayah bagian timur Cirebon adalah titik parah yang terdampak banjir. Genangan dan aliran air banjir cukup mengkhawatirkan masyarakat dan hingga memasuki rumah warga. Ini tentu jangan dipandang sepeleh. Genangan dan ketinggian air di atas ambang wajar dan kejadian ini terus berulang artinya perlu mendapat perhatian serius. Kita tentu berfikir Cirebon yang sejak dulu jauh dari bahaya banjir, kini justru menjadi daerah yang mudah tertimpa banjir.

Kita pastinya berduka melihat Cirebon yang dikenal sebagai wilayah bebas banjir kini dengan adanya banjir kemarin cukup mengerikan dan membuat kita khawatir.


Dilain sisi lain kita bersykur adanya hujan. Air yang berasal dari hujan adalah kekuatan kehidupan. Dengan masih adanya hujan, selama itu pula kehidupan masih berdetak. Untuk itu kita patut bersuka cita dan bersyukur kepada Yang Maha Kuasa. Bumi kita yang sebelumnya dibuat genting oleh kekeringan yang berkepanjangan, kini atas kemurahan Yang Maha Kuasa bumi Indonesia telah kembali diguyur air hujan yang mendatangkan harapan hidup bagi seluruh mahluk di bumi ini.

Turunnya hujan dan datangnya banjir di Cirebon seolah sebagai bencana tahunan yang menjadi derita dan menodai hak manusia untuk hidup aman dan nyaman.Kebanjiran wilayah Cirebon tentu tidak sepenuhnya akibat faktor alam, tetapi ada yang tidak beres dalam manajemen antisipasi bencana, apalagi disejumlah titik diakibatkan adanya tanggul yang jebol. Sehingga air sungai yang tidak semestinya meluap terpaksa meluap dan mengepung rumah penduduk yang tentu sangat mengkhawatirkan.

Salah satu pristiwa yang sangat menarik dan tak terpisahkan dari negeri ini adalah pristiwa bencana alam. Kadang dunia berkata bahwa negeri kita sering disebut sebagai negeri bencana. Kita tahu, bahwa di negeri ini hujan tidak hanya sumber kehidupan dan pengharapan, tetapi juga hujan bisa menjadi malapetaka dan sumber kematian. Hujan kerap kali menyebabkan banjir dan longsor yang memakan korab jiwa.
Dengan tanpa mau instopeksi diri kadangkala kita kesal dan mengutuk hujan yang mendatangkan bencana. Memaki dan mencibir alam menjadi kilah kita ketika sesugguhnya bangsa ini belum mampu mengelola alam. Ketidak mampuan kita dalam mengelola alam sesungguhnya menjadi sumber bencana itu sendiri. Sehingga kedatangan hujan dan kemarau di Negeri ini selalu menjadi problem kehidupan akibat keterbatasan kemampuan kita dalam mengelola lingkungan dan alam. Karena itu, bila hujan pada hakikatnya ialah sumber kehidupan, di negeri ini ia bisa menjadi penyebab kematian. Bencana hanya berubah wajah. Musim kemarau kebakaran lahan dan hutan, musim hujan kebanjiran.

Di sinilah sesungguhnya tugas pemerintah, dengan segala potensi yang dimiliki, adalah tugas Negara menciptakan kehidupan yang aman dan nyaman. Bagaimana agar rakyat menyambut hujan dengan tidak adanya kekhawatiran, tetapi disambut dengan penuh syukur. Rakyat dapat bersyukur dan tenang menyambut hujan jika Negara mampu mengelola air hujan sehingga tidak menimbulkan bencana. Bagaimana seperti yang sudah dilakukan oleh Negara-negara maju. Untuk menghindari hujan menjadi bencana Negara harus melakukan gerakan mitigasi bencana dan menerapkan kebijakan penyerapan air hujan kedalam bumi.
Di sisi lain Negara juga harus komitmen dan serius melakukan penegakan hukum kepada mereka pelanggar alam. Kita harus mengatakan kebakaran hutan, banjir dan longsor ialah bencana yang disebabkan manusia dan ketidakmampuan kita mengelola alam. Di sinilah kita harus mau mengatakan bahwa bencana banjir, lonsor dan kebakaran hutan bukanlah akibat “alam yang jahat”.
***

Hujan sebagai mekanisme kemurahan alam terhadap manusia telah mengakhiri derita kemanusiaan dari kekeringan. Turunnya hujan juga ditunggu oleh seluruh rakyat Indonesia -  tidak hanya rakyat Cirebon-indramayu yang wilayah sawahnya besar - yang sudah lama didera kemarau panjang. Kita menggantungkan harapan pada datangnya hujan. Musim kemarau panjang tahun ini membuat hampir seluruh wilayah bumi Indonesia kering kerontang, terjadinya krisis air di sejumlah daerah telah menyengsarakan penduduknya. Pada saat kemarau dan kekeringan itu, bumi seakan stagnan, seperti tidak ada kehidupan, semua mati, tidak ada rumput dan daun yang tumbuh hijau, tidak ada air yang mengalir di sungai-sungai. Kedatangan hujan di awal tahun ini telah menyirami tanah menjadi basah dan hidup kemali, krisis air seakan terjawab sudah dan berakhir.

Oleh karena itu, kita seharusnya patut bersyukur atas datangnya hujan di awal tahun 2017 ini dengan penuh rasa suka cita. Grimiciknya suara hujan yang menyirami tanah, pepohonan dan segala apa yang ada di bumi sesungguhnya menjadi pertanda bahwa kehidupan masih terus berlangsung. Dengan masih terus berlangsugnya kehidupan di bumi Indonesia ini juga menjadi pertanda bahwa masih banyak pristiwa yang sedang dan akan berlangsung di negeri dengan 17 belas ribu pulau lebih ini.

Tulisan ini diterbitkan oleh Harian Radar Cirebon edisi cetak 17 Februari 2017

Senin, 08 Agustus 2016

Membangun Desa Online

Oleh: Wahyudi
 
Dalam rangka percepatan program “Membangun Desa”, tahun ini pemerintah berencana akan mengeksekusi agenda pembangunan 20.000 atau hingga 30.000 Desa Online. Tujuan Desa Online ini adalah bagaimana informasi potensi desa, produk unggulan desa dan segala sesuatu menyangkut seputar desa bisa dipromosikan dan diakses dengan mudah oleh dunia.  

Kita hari ini hidup di generasi era digital, dimana kemajuan dan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi merubah semua tata laksana dan kebudayaan kita. Era digital adalah tanda bahwa hari ini pula kita telah memasuki era revolusi industri ke empat. Jika sebelumnya revolusi industri ditandai dengan penemuan teknologi komputer. Bedanya, Era revolusi industri ke empat ini ditandai dengan bagaimana pertumbuhan ekonomi dunia akan ditopang oleh industri kreatif. Oleh sebab itu, negara dan kita semua dituntut untuk mau mengakomodasi perkembangan model bisnis mutakhir berbasis digital. Dan desa online yang notabene berbasis aplikasi tergolong masuk sebagai trobosan ekonomi kreatif.

Revolusi industri ke empat adalah era dimana titik balik kemajuan ekonomi suatu kelompok bangsa harus berpangkal pada hasil ekonomi kreatif. Akhirnya ekonomi kreatif adalah keharusan, artinya di masa depan bangsa yang menang adalah bangsa yang kaya akan energy kreatif. Bukan bangsa kerdil, malas dan permitif. Kemajuan dan pertumbuhan ekonomi saat ini mensicayakan berbasis pada daya kreatifitas. Begitu pula membangun desa, adanya perhatian besar pemerintah terhadap desa sejatinya sebuah kesadaran bahwa masa depan Indonesia meniscayakan adanya desa yang kuat. Desa yang berkemajuan, desa yang berperadaban, desa yang produktif dan desa yang kreatif.

***
Dengan adanya kesadaran membangun desa, itu artinya desa tidak lagi menjadi penonton kemajuan bangsa melainkan menjadi pelaku dan penentu maju mundurnya suatu bangsa. Perkembangan teknologi yang semakin maju harus kita maksimalkan sebagai media peningkatan pembangunan ekonomi desa. Program membangun Indonesia dari pinggiran, dari desa-desa yang dicanangkan oleh presiden Jokowi adalah sangat tepat. Mengingat Indonesia adalah tipikal negara berwajah agraris yang identik dengan perdesaan. Maka sejatinya jika ingin membangun Indonesia maka desa adalah lokus yang harus mendapat perhatian besar dalam berbagai aspeknya.

Sebagai contoh, tengoklah desa-desa di negara eropa, disana kita akan menemukan nyaris disetiap rumah terdapat komputer dan akses internet, adanya lingkungan yang rapi dan tertata, rerumputan hijau tumbuh terawat, rumah-rumah desa berbaris dengan khasnya. Namun kondisi ini berbeda dengan desa kita, kesan yang kerap terbayang jika mengingat desa di Indonesia adalah bagaikan bumi tiada kehidupan. Sepi, mati, tak terawat dan itu-itu saja, tiada yang baru, tiada yang berubah. Di desa kita akan selalu menemui bahwa yang kaya sejak dulu hanya si A dan yang miskin sejak dulu pula hanya si B. Jikapun ada orang kaya baru di desa itupun berkat kerja keras ia di luar negeri sana sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dengan profesi yang pada umumnya sebagai pembantu rumah tangga, tukang kebun, buruh pabrik dan sektor informal lainnya. Inilah yang harus kita rubah dari desa. 

Dengan Desa Online kita berharap terjadi perubahan besar di desa. Desa Online merupakan program percepatan pembangunan desa menggunakan kemajuan perangkat informasi teknologi informasi komunikasi.  Dengan kemajuan internet yang semakin massif dan luas menjadi bagian penting dari kehidupan manusia modern adalah oeluang besar jika dimanfaatkan dengan baik. Saat ini internet nyaris muda diakses oleh setiap orang dengan cepat dengan dibantu alat pendukung seperti smart phone. Hari ini dimana setiap rumah tangga telah memiliki ponsel pintar, hal ini merupakan peluang pasar baru yang besar. 

Lewat desa online, orang bisa dengan muda mengetahu keunggulan dan produk unik khas yang dimiliki desa, apalagi desa dikenal sebagai lumbung usaha UMKM yang produknya bervariasi. Oleh sebab itu maka dengan desa online akan membuka pasar tak terbatas, desa menjadi mendunia dan diketahui oleh banyak orang secara terbuka. Pasar tidak hanya di internal desa, tetapi dengan desa online justru jendela samudera pasar terbuka luas.

***
Selain mampu membuka kesempatan peluang pasar baru, sistem Desa Online ini juga memudahkan kinerja borokrasi pemerintah. Memudahkan akses data desa dan pemerintah daerah dalam melakukan perencanaan pembangunan, termasuk saat melaporkan arus lalu lintas dana desa yang telah diperoleh dari pemerintah pusat. Kita bermimpin desa hari ini bukan desa yang dikelilingi semak belukar, tak dikenal orang, terkesan asing dan primitif. Di era digital ini desa harus tersentuh oleh gagasan pembangunan modern. Semangat era digital tidak hanya ada di perkotaan, tetapi juga di desa-desa.

Namun yang perlu diingat disini adalah apakah bisa perangkat desa sudah siap menggunakan teknologi tersebut. Desa online akan berjalan dengan baik asalkan ada pendampingan dan pelatihan. Apalagi dengan dana desa dan alokasi dana desa maka desa membutuhkan pendampingan untuk penguatan pembangunan desa melalui pengayaan infrastruktur fisik dan nonfisik sehingga pemerintah pun semestinya mempunyai desain yang kuat dalam program pendampingan tersebut. Disinilah program Desa Online jika ingin terlaksana sukses harus terencana dengan baik, jangan terburu-buru.

Artikel ini diterbitkan oleh Harian Kabar Cirebon edisi Senin, 8 Agustus 2016.

Gambar edisi cetak Kabar Cirebon "Membangun Desa Online"



Rabu, 27 Juli 2016

Membangun Etos Kemandirian Ekonomi Warga

Oleh: Wahyudi

Hari minggu (24/7) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB-NU) mengadakan Rapat Pleno di Pesantren Khas Kempek kabupten Cirebon dengan menggambil tema “Meneguhkan Islam Nusantara dalam Meningkatkan Kemandirian Warga”.  NU sebagai organisasi sosial masyarakat terbesar dan memiliki jaringan yang luas sangat memiliki peran penting dalam memberikan kesadaran kepada anggota dan seluruh warga NU akan pentingnya kemandirian ekonomi. Kenyataan yang ada kita jujur akui bahwa hampir sebgaian besar penduduk miskin Indonesia (terutama di jawa) didominasi oleh warga NU yang berada di desa-desa atau perkampungan.

Adalah sangat tepat dan strategis tema besar yang di usung oleh Rapat Pleno PB NU yang menyoal dan mengajak peningkatan kemandirian ekonomi warga. Bagaimana NU sebagai organisasi kemasyarakatan yang besar menjadi gerakan pemberdayaan dan penyadaran akan pentingnya peningkatan kualitas drajat ekonomi kepada warganya. Warga NU di abad 21 dan era globalisasi ini dituntut tidak hanya memiliki mental bertasbih dan berpasrah terhadap kemiskinan, akan tetapi bagaimana memiliki etos adan kesadaran kemandirian ekonomi yang kuat. Hidup sejahtera tidak hanya terpenuhinya unsur spiritual semata, tetapi juga terpenuhinya kebutuhan ukhrawi yang tidak bisa dinafikan.

Apa yang diusung presiden Jokowi membangun Indonesia dari pinggiran, dari desa-desa dan dicanangkannya gerakan revolusi mental adalah sangat tepa dan cocok dengan tema besar yang diusung PB NU kali ini yakni “membangun kemandirian ekonomi warga”. NU dengan organisasi yang memiliki basis kuat di plosok desa sejatinya harus memosisikan sebagai mitra strategis pemerintah dalam membangun Indonesia dari desa. Program penyaluran dana desa yang cukup besar, kredit rakyat dan program pro usaha rakyat lainnya bagaimana dikawal dan dipastikan berjalan tepat sasaran di desa-desa. Usaha UKM yang banyak tumbuh dan berkembang di desa-desa adalah sasaran utama.

Sebenarnya, yang lebih penting dari makna tema yang diusung PBNU adalah bagaimana memberikan kesadaran dan pembentukan etos atau mental berusaha meningkatkan kualitas kesejahteraan ekonomi kepada warga NU. Penumbuhan dan pembentukan etos saudagar justru lebih utama yang harus ditumbuhkan terlebih dahulu. Para kiyai NU yang tersebar di plosok desa-desa bagaimana dalam ceramah-ceramahnya memberikan motivasi akan pentingnya kemandirian ekonomi dalam islam. Islam adalah agama yang sangat mementingkan aspek kemandirian ekonomi bagi pemeluknya. Tidak benar jika islam adalah ajaran yang mengajak pemeluknya untuk miskin dan pasrah pada nasib. Justru islam adalah ajaran pembentukan saudagar.

Pembentukan etos kemandirian ekonomi warga adalah tak lain dari gagasan “revolusi mental” presiden Jokowi.  Pencanangan tema kemandirian ekonomi warga yang lebih menohok pada kesadaran etos berwirausaha atau berdikari dalam ekonomi sesungguhnya adalah bagian dari geerakan revolusi mental. Namun sayangnya, hingga hari ini program gerakan revolusi mental yang dicanangkan Jokowi masih amat “bias” dan tidak jelas bentuknya. Hanya sebatas tataran wacana, meski sesungguhnya gagasan gerakan revolusi mental ini sangat bagus dan revolusioner  untuk pembangunan atau perubahan sosial bangsa Indonesia yang berdikari dalam bidang ekonomi, politik dan budaya.

Disinilah tugas NU, bagaimana gagasan peningkatan kemandirian ekonomi warga itu dijadikan sebagai agenda gerakan revolusi mental warga NU. Hari ini kita memimpikan NU sebagai tempat lahirnya saudagar-saudagar yang shaleh yang akan menopang kemandirian ekonomi ummat dan bangsa. Warga NU memilki etos dan kesadaran yang kuat dalam membangun kesejahteraan ekonominya. Dari tema yang diusung Rapat Pleno PBNU kali ini harus menjadi titik balik sejarah khitto NU. NU sebagai organisasi yang didalamnya menjadi tempat persemaian mekar dan tumbuhnya jiwa-jiwa saudagar. Disinilah titik balik revolusi sejarah NU.

Inilah trobosan besar dan kontribusi besar NU di abad 21, dimana NU tidak hanya berhasil menjaga Indonesia dari pertengkaran perbedaan. Yakni dimana selama ini warga NU memiliki etos moderatisme, yang tidak kanan atau tidak kiri, NU mengajarkan jalan tengah dalam melihat sesuatu dengan sikap toleransi. Tetapi juga agenda di era digital dan era revolusi industri ke empat ini NU menjadi lumbung besar lahirnya saudagar muslim Indonesia.

Kita mendukung tema “Meneguhkan islam nusantara dalam meningkatkan kemandirian ekonomi warga” tidak hanya mengudara sebata wacana yang teronggok di peti kepentingan politik sesaat. Tetapi tema ini memang benar berangkat dari nurani, gagasan dan kemauan transformative yang membumi di masa depan. Kepada warga nadyin, Selamat menjalankan rapat pleno PBNU.

Artikel ini diterbitkan (dimuat) oleh Harian Kabar Cirebon edisi 26 Juli 2016 di Halaman Rubrik Opini. 

Berikut gambar edisi Cetak Harian Kabar Cirebon


Senin, 18 Juli 2016

Menuggu Langkah Bijak Jokowi

Oleh: Wahyudi

Rabu pagi sekali, adalah hari dimana istana Negara banyak menuai spekulasi publik. Pagi dimana para menteri di panggil mendadak oleh sang presiden Jokowi.Di tengah kencangnaya pengumbaran isu reshuffle kabinet dalam sepekan terakhir ini. Wajar jika kemudian publik mengkorelasikan pemanggilan sejumlah menteri itu dengan isu reshuffle. Reshuffle atau perombakan kabinet selalu menjadi isu yang menarik jika kita mencermati persoalan yang sebenarnya yang dialami pemerintah. Di rombak atau tidaknya susunan kabinet ini kita layak menyimak dan harus memandang sebagai isu yang penting mengingat soal reshuffle merupakan sebuah pertaruhan bagi perjalanan negara dan bangsa.

Pertama, menurut pengamat politik Qodari bahwa dalam menjalankan program-program pembangunan setidaknya ada empat unsur yang menjadi pilar penyangga Presiden, yakni parlemen, kabinet, TNI, dan Polri. Soal dukungan parpol di parlemen sudah tidak ada masalah karena mayoritas parpol sudah mendukung Jokowi. Masuknya PAN, Golkar, dan PPP sebagai partai politik (parpol) pendukung pemerintah adalah sebuah bentuk modal penting. Di saat yang sama TNI dan Polri juga dinilai sudah solid. Fakta terakhir, pergantian Kapolri berjalan dengan sangat mulus. Sehingga yang belum beres adalah persoalan komposisi kabinet. Oleh sebab itu, wajar jika sekarang ada pendapat bahwa sekaranglah waktunya (melakukan reshuffle).

Kedua, kita sepakat dalam sisitem presidensial, reshuffle sepenuhnya adalah hak prerogatif presiden. Demi kinerja kabinet yang lebih baik, tidak ada salahnya jika harus dilakukan perombakan susunan kabinet. Presiden memegang hak untuk melakukan perombakan demi mencapai program pembangunanya. Bagaimanapun kita menghormati langkah bijak Jokowi. Yang paling penting adalah, Presiden Jokowi harus tegas bahwa dirinya dalam hal reshuffle tidak mau di intervensi oleh siapa pun. Sikap ini diperlukan untuk menegaskan dalam konteks menjaga nafas dan sistem pemerintahan presidensial.

Biarkanlah Presiden dengan otoritasnya memikirkan, memilih, dan menentukan siapa yang akan disisikan dan yang akan diangkat dalam perombakan kabinetnya. Bagaimanapun reshuffle adalah wilayah kebijakan Presiden, bukan urusan kekuatan yang lain. Kita harus bijak dan memberikan ruang kepada sang Presiden Jokowi untuk memilih sendiri sosok professional yang ahli dibidangnya untuk menjadi menteri.

Kita tentu tidak ingin presiden termakan oleh “giringan” propaganda negatif elite parpol (partai politik). Maka ditengah santernya gosip reshuffle ini alangkah baiknya Jokowi juga mau mencermati “grasak-grusuk” para elite politik yang memiliki agenda memaksa reshuffle kabinet. Disinilah sejatinya presiden Jokowi harus mandiri dan tidak boleh takut terhadap intervrensi elite parpol yang selama ini memang memiliki ambisi reshuffle (yang sejatinya diluar kepentingan publik). Kita ingin langkah jokowi dalam mereshuffle kabinet benar-benar dari nurani diri, inisiatif dan independensi dirinya.
***

Jika memang benar reshuffle itu dilakukan, sosok yang harus dijadikan pertimbangan sejatinya mereka yang memiliki kapabilitas di bidangnya. Bukan karena atas dorongan dan tekanan dari kekuatan politik tertentu dan atas dasar “politik balas budi” kepada mereka yang memiliki kedekatan posisi politik terhadap pemerintah.  Sekalipun keinginan semua kekuatan parpol pada akses kekuasaan, Presiden Jokowi harus bekerja sama untuk memaksimalkan posisi kepentingan rakyat dalam melakukan agenda reshufflenya. Seandainya salah satu kementerian dipastikan untuk jatah partai tertentu, tetapi dengan catatan tetap yang mengisinya haruslah sosok yang profesional di bidangnya.

Kita ingin langkah reshuffle bukan berangkat dari nafsu dan ambisi golongan politik tertentu. Tetapi berangkat dari langkah objektif dan wujud progresif dalam memperbaiki kinerja pemerintah demi pelaksanaan program pembangunan rakyat yang lebih baik. Kepuutusan reshuffle adalah urusan semua orang, sebab persoalan ini menyangkut pertaruhan penting kehidupan (pembangunan) bangsa dan negara. Jika alasannya untuk memperbaiki kinerja pemerintah maka bagaimanapun publik tentu sangat mendukung. 

Kita masih ingat bagaimana soal daging sapi yang hingga hari ini menjadi persoalan yang tidak pernah bisa tuntas diselesaikan oleh pemerintah. Belum lagi persoalan mudik dan yang lainnya. Dengan sejumlah contoh persoalan inilah resfhuffle haruslah ‘mengena’ pada sejumlah menteri yang memang dianilai belum baik kinerjanya. Namun jika ternyata menteri itu memiliki kinerja baik, sekalipun tidak memiliki dukungan politik maka tidak elok rasanya jika kemudain ternyata menjadi korban reshuffle. Oleh sebab itulah reshuffle harus didasarkan pada objektifitas, bukan didasarkan pada pertimbangan yang berbau politik. Atau dengan kata lain, reshuffle semata untuk dan demi kepentingan rakyat.

Kita ingin, jangan sampai keributan menuju reshuffle justru merugikan langkah negeri ini yang ingin terus maju dan baik. Reshuffle jelas boleh, sangat boleh, tapi harus untuk rakyat Indonesia yang lebih baik. Pergantian menteri yang tidak perform seharusnya tidak didasarkan atas hasrat politik terhadap kepentingan pendukung koalisi pemerintah. Jika reshuffle pertama tidak menghasilkan capaian kinerja yang maksimal. Maka pergantian menteri sebaiknya bisa dilakukan lagi. Menteri-menteri yang sudah tidak mumpuni sudah waktunya untuk diganti. Keputusan ini memang amat penting jika ingin kondisi yang jauh dari ekspektasi ini mau segera diakhiri.  Sekali lagi kita menunggu langkah bijak Jokowi.[]

Artikel ini diterbitkan di Harian Tribun Senin 18 Juli 2016.