Rabu, 27 Juli 2016

Membangun Etos Kemandirian Ekonomi Warga

Oleh: Wahyudi

Hari minggu (24/7) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB-NU) mengadakan Rapat Pleno di Pesantren Khas Kempek kabupten Cirebon dengan menggambil tema “Meneguhkan Islam Nusantara dalam Meningkatkan Kemandirian Warga”.  NU sebagai organisasi sosial masyarakat terbesar dan memiliki jaringan yang luas sangat memiliki peran penting dalam memberikan kesadaran kepada anggota dan seluruh warga NU akan pentingnya kemandirian ekonomi. Kenyataan yang ada kita jujur akui bahwa hampir sebgaian besar penduduk miskin Indonesia (terutama di jawa) didominasi oleh warga NU yang berada di desa-desa atau perkampungan.

Adalah sangat tepat dan strategis tema besar yang di usung oleh Rapat Pleno PB NU yang menyoal dan mengajak peningkatan kemandirian ekonomi warga. Bagaimana NU sebagai organisasi kemasyarakatan yang besar menjadi gerakan pemberdayaan dan penyadaran akan pentingnya peningkatan kualitas drajat ekonomi kepada warganya. Warga NU di abad 21 dan era globalisasi ini dituntut tidak hanya memiliki mental bertasbih dan berpasrah terhadap kemiskinan, akan tetapi bagaimana memiliki etos adan kesadaran kemandirian ekonomi yang kuat. Hidup sejahtera tidak hanya terpenuhinya unsur spiritual semata, tetapi juga terpenuhinya kebutuhan ukhrawi yang tidak bisa dinafikan.

Apa yang diusung presiden Jokowi membangun Indonesia dari pinggiran, dari desa-desa dan dicanangkannya gerakan revolusi mental adalah sangat tepa dan cocok dengan tema besar yang diusung PB NU kali ini yakni “membangun kemandirian ekonomi warga”. NU dengan organisasi yang memiliki basis kuat di plosok desa sejatinya harus memosisikan sebagai mitra strategis pemerintah dalam membangun Indonesia dari desa. Program penyaluran dana desa yang cukup besar, kredit rakyat dan program pro usaha rakyat lainnya bagaimana dikawal dan dipastikan berjalan tepat sasaran di desa-desa. Usaha UKM yang banyak tumbuh dan berkembang di desa-desa adalah sasaran utama.

Sebenarnya, yang lebih penting dari makna tema yang diusung PBNU adalah bagaimana memberikan kesadaran dan pembentukan etos atau mental berusaha meningkatkan kualitas kesejahteraan ekonomi kepada warga NU. Penumbuhan dan pembentukan etos saudagar justru lebih utama yang harus ditumbuhkan terlebih dahulu. Para kiyai NU yang tersebar di plosok desa-desa bagaimana dalam ceramah-ceramahnya memberikan motivasi akan pentingnya kemandirian ekonomi dalam islam. Islam adalah agama yang sangat mementingkan aspek kemandirian ekonomi bagi pemeluknya. Tidak benar jika islam adalah ajaran yang mengajak pemeluknya untuk miskin dan pasrah pada nasib. Justru islam adalah ajaran pembentukan saudagar.

Pembentukan etos kemandirian ekonomi warga adalah tak lain dari gagasan “revolusi mental” presiden Jokowi.  Pencanangan tema kemandirian ekonomi warga yang lebih menohok pada kesadaran etos berwirausaha atau berdikari dalam ekonomi sesungguhnya adalah bagian dari geerakan revolusi mental. Namun sayangnya, hingga hari ini program gerakan revolusi mental yang dicanangkan Jokowi masih amat “bias” dan tidak jelas bentuknya. Hanya sebatas tataran wacana, meski sesungguhnya gagasan gerakan revolusi mental ini sangat bagus dan revolusioner  untuk pembangunan atau perubahan sosial bangsa Indonesia yang berdikari dalam bidang ekonomi, politik dan budaya.

Disinilah tugas NU, bagaimana gagasan peningkatan kemandirian ekonomi warga itu dijadikan sebagai agenda gerakan revolusi mental warga NU. Hari ini kita memimpikan NU sebagai tempat lahirnya saudagar-saudagar yang shaleh yang akan menopang kemandirian ekonomi ummat dan bangsa. Warga NU memilki etos dan kesadaran yang kuat dalam membangun kesejahteraan ekonominya. Dari tema yang diusung Rapat Pleno PBNU kali ini harus menjadi titik balik sejarah khitto NU. NU sebagai organisasi yang didalamnya menjadi tempat persemaian mekar dan tumbuhnya jiwa-jiwa saudagar. Disinilah titik balik revolusi sejarah NU.

Inilah trobosan besar dan kontribusi besar NU di abad 21, dimana NU tidak hanya berhasil menjaga Indonesia dari pertengkaran perbedaan. Yakni dimana selama ini warga NU memiliki etos moderatisme, yang tidak kanan atau tidak kiri, NU mengajarkan jalan tengah dalam melihat sesuatu dengan sikap toleransi. Tetapi juga agenda di era digital dan era revolusi industri ke empat ini NU menjadi lumbung besar lahirnya saudagar muslim Indonesia.

Kita mendukung tema “Meneguhkan islam nusantara dalam meningkatkan kemandirian ekonomi warga” tidak hanya mengudara sebata wacana yang teronggok di peti kepentingan politik sesaat. Tetapi tema ini memang benar berangkat dari nurani, gagasan dan kemauan transformative yang membumi di masa depan. Kepada warga nadyin, Selamat menjalankan rapat pleno PBNU.

Artikel ini diterbitkan (dimuat) oleh Harian Kabar Cirebon edisi 26 Juli 2016 di Halaman Rubrik Opini. 

Berikut gambar edisi Cetak Harian Kabar Cirebon


Tidak ada komentar:

Posting Komentar