Senin, 18 Juli 2016

Menuggu Langkah Bijak Jokowi

Oleh: Wahyudi

Rabu pagi sekali, adalah hari dimana istana Negara banyak menuai spekulasi publik. Pagi dimana para menteri di panggil mendadak oleh sang presiden Jokowi.Di tengah kencangnaya pengumbaran isu reshuffle kabinet dalam sepekan terakhir ini. Wajar jika kemudian publik mengkorelasikan pemanggilan sejumlah menteri itu dengan isu reshuffle. Reshuffle atau perombakan kabinet selalu menjadi isu yang menarik jika kita mencermati persoalan yang sebenarnya yang dialami pemerintah. Di rombak atau tidaknya susunan kabinet ini kita layak menyimak dan harus memandang sebagai isu yang penting mengingat soal reshuffle merupakan sebuah pertaruhan bagi perjalanan negara dan bangsa.

Pertama, menurut pengamat politik Qodari bahwa dalam menjalankan program-program pembangunan setidaknya ada empat unsur yang menjadi pilar penyangga Presiden, yakni parlemen, kabinet, TNI, dan Polri. Soal dukungan parpol di parlemen sudah tidak ada masalah karena mayoritas parpol sudah mendukung Jokowi. Masuknya PAN, Golkar, dan PPP sebagai partai politik (parpol) pendukung pemerintah adalah sebuah bentuk modal penting. Di saat yang sama TNI dan Polri juga dinilai sudah solid. Fakta terakhir, pergantian Kapolri berjalan dengan sangat mulus. Sehingga yang belum beres adalah persoalan komposisi kabinet. Oleh sebab itu, wajar jika sekarang ada pendapat bahwa sekaranglah waktunya (melakukan reshuffle).

Kedua, kita sepakat dalam sisitem presidensial, reshuffle sepenuhnya adalah hak prerogatif presiden. Demi kinerja kabinet yang lebih baik, tidak ada salahnya jika harus dilakukan perombakan susunan kabinet. Presiden memegang hak untuk melakukan perombakan demi mencapai program pembangunanya. Bagaimanapun kita menghormati langkah bijak Jokowi. Yang paling penting adalah, Presiden Jokowi harus tegas bahwa dirinya dalam hal reshuffle tidak mau di intervensi oleh siapa pun. Sikap ini diperlukan untuk menegaskan dalam konteks menjaga nafas dan sistem pemerintahan presidensial.

Biarkanlah Presiden dengan otoritasnya memikirkan, memilih, dan menentukan siapa yang akan disisikan dan yang akan diangkat dalam perombakan kabinetnya. Bagaimanapun reshuffle adalah wilayah kebijakan Presiden, bukan urusan kekuatan yang lain. Kita harus bijak dan memberikan ruang kepada sang Presiden Jokowi untuk memilih sendiri sosok professional yang ahli dibidangnya untuk menjadi menteri.

Kita tentu tidak ingin presiden termakan oleh “giringan” propaganda negatif elite parpol (partai politik). Maka ditengah santernya gosip reshuffle ini alangkah baiknya Jokowi juga mau mencermati “grasak-grusuk” para elite politik yang memiliki agenda memaksa reshuffle kabinet. Disinilah sejatinya presiden Jokowi harus mandiri dan tidak boleh takut terhadap intervrensi elite parpol yang selama ini memang memiliki ambisi reshuffle (yang sejatinya diluar kepentingan publik). Kita ingin langkah jokowi dalam mereshuffle kabinet benar-benar dari nurani diri, inisiatif dan independensi dirinya.
***

Jika memang benar reshuffle itu dilakukan, sosok yang harus dijadikan pertimbangan sejatinya mereka yang memiliki kapabilitas di bidangnya. Bukan karena atas dorongan dan tekanan dari kekuatan politik tertentu dan atas dasar “politik balas budi” kepada mereka yang memiliki kedekatan posisi politik terhadap pemerintah.  Sekalipun keinginan semua kekuatan parpol pada akses kekuasaan, Presiden Jokowi harus bekerja sama untuk memaksimalkan posisi kepentingan rakyat dalam melakukan agenda reshufflenya. Seandainya salah satu kementerian dipastikan untuk jatah partai tertentu, tetapi dengan catatan tetap yang mengisinya haruslah sosok yang profesional di bidangnya.

Kita ingin langkah reshuffle bukan berangkat dari nafsu dan ambisi golongan politik tertentu. Tetapi berangkat dari langkah objektif dan wujud progresif dalam memperbaiki kinerja pemerintah demi pelaksanaan program pembangunan rakyat yang lebih baik. Kepuutusan reshuffle adalah urusan semua orang, sebab persoalan ini menyangkut pertaruhan penting kehidupan (pembangunan) bangsa dan negara. Jika alasannya untuk memperbaiki kinerja pemerintah maka bagaimanapun publik tentu sangat mendukung. 

Kita masih ingat bagaimana soal daging sapi yang hingga hari ini menjadi persoalan yang tidak pernah bisa tuntas diselesaikan oleh pemerintah. Belum lagi persoalan mudik dan yang lainnya. Dengan sejumlah contoh persoalan inilah resfhuffle haruslah ‘mengena’ pada sejumlah menteri yang memang dianilai belum baik kinerjanya. Namun jika ternyata menteri itu memiliki kinerja baik, sekalipun tidak memiliki dukungan politik maka tidak elok rasanya jika kemudain ternyata menjadi korban reshuffle. Oleh sebab itulah reshuffle harus didasarkan pada objektifitas, bukan didasarkan pada pertimbangan yang berbau politik. Atau dengan kata lain, reshuffle semata untuk dan demi kepentingan rakyat.

Kita ingin, jangan sampai keributan menuju reshuffle justru merugikan langkah negeri ini yang ingin terus maju dan baik. Reshuffle jelas boleh, sangat boleh, tapi harus untuk rakyat Indonesia yang lebih baik. Pergantian menteri yang tidak perform seharusnya tidak didasarkan atas hasrat politik terhadap kepentingan pendukung koalisi pemerintah. Jika reshuffle pertama tidak menghasilkan capaian kinerja yang maksimal. Maka pergantian menteri sebaiknya bisa dilakukan lagi. Menteri-menteri yang sudah tidak mumpuni sudah waktunya untuk diganti. Keputusan ini memang amat penting jika ingin kondisi yang jauh dari ekspektasi ini mau segera diakhiri.  Sekali lagi kita menunggu langkah bijak Jokowi.[]

Artikel ini diterbitkan di Harian Tribun Senin 18 Juli 2016. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar