Kamis, 16 Februari 2017

Banjir Cirebon dan Warning untuk Pemda


Oleh: Wahyudi
Pemerhati Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi 

Beberapa hari yang lalu wilayah Cirebon diguyur hujan seharian. Hujan  turun sejak pagi hari Rabu 15 Februari 2017. Intensitas hujan yang tinggi dan berlangsung lama menyebabkan wilayah dikepung banjir, sontak masyarakat yang tergenang banjir panik dan penuh doa agar hujan redah dan banjir surut. Terutama wilayah bagian timur Cirebon adalah titik parah yang terdampak banjir. Genangan dan aliran air banjir cukup mengkhawatirkan masyarakat dan hingga memasuki rumah warga. Ini tentu jangan dipandang sepeleh. Genangan dan ketinggian air di atas ambang wajar dan kejadian ini terus berulang artinya perlu mendapat perhatian serius. Kita tentu berfikir Cirebon yang sejak dulu jauh dari bahaya banjir, kini justru menjadi daerah yang mudah tertimpa banjir.

Kita pastinya berduka melihat Cirebon yang dikenal sebagai wilayah bebas banjir kini dengan adanya banjir kemarin cukup mengerikan dan membuat kita khawatir.


Dilain sisi lain kita bersykur adanya hujan. Air yang berasal dari hujan adalah kekuatan kehidupan. Dengan masih adanya hujan, selama itu pula kehidupan masih berdetak. Untuk itu kita patut bersuka cita dan bersyukur kepada Yang Maha Kuasa. Bumi kita yang sebelumnya dibuat genting oleh kekeringan yang berkepanjangan, kini atas kemurahan Yang Maha Kuasa bumi Indonesia telah kembali diguyur air hujan yang mendatangkan harapan hidup bagi seluruh mahluk di bumi ini.

Turunnya hujan dan datangnya banjir di Cirebon seolah sebagai bencana tahunan yang menjadi derita dan menodai hak manusia untuk hidup aman dan nyaman.Kebanjiran wilayah Cirebon tentu tidak sepenuhnya akibat faktor alam, tetapi ada yang tidak beres dalam manajemen antisipasi bencana, apalagi disejumlah titik diakibatkan adanya tanggul yang jebol. Sehingga air sungai yang tidak semestinya meluap terpaksa meluap dan mengepung rumah penduduk yang tentu sangat mengkhawatirkan.

Salah satu pristiwa yang sangat menarik dan tak terpisahkan dari negeri ini adalah pristiwa bencana alam. Kadang dunia berkata bahwa negeri kita sering disebut sebagai negeri bencana. Kita tahu, bahwa di negeri ini hujan tidak hanya sumber kehidupan dan pengharapan, tetapi juga hujan bisa menjadi malapetaka dan sumber kematian. Hujan kerap kali menyebabkan banjir dan longsor yang memakan korab jiwa.
Dengan tanpa mau instopeksi diri kadangkala kita kesal dan mengutuk hujan yang mendatangkan bencana. Memaki dan mencibir alam menjadi kilah kita ketika sesugguhnya bangsa ini belum mampu mengelola alam. Ketidak mampuan kita dalam mengelola alam sesungguhnya menjadi sumber bencana itu sendiri. Sehingga kedatangan hujan dan kemarau di Negeri ini selalu menjadi problem kehidupan akibat keterbatasan kemampuan kita dalam mengelola lingkungan dan alam. Karena itu, bila hujan pada hakikatnya ialah sumber kehidupan, di negeri ini ia bisa menjadi penyebab kematian. Bencana hanya berubah wajah. Musim kemarau kebakaran lahan dan hutan, musim hujan kebanjiran.

Di sinilah sesungguhnya tugas pemerintah, dengan segala potensi yang dimiliki, adalah tugas Negara menciptakan kehidupan yang aman dan nyaman. Bagaimana agar rakyat menyambut hujan dengan tidak adanya kekhawatiran, tetapi disambut dengan penuh syukur. Rakyat dapat bersyukur dan tenang menyambut hujan jika Negara mampu mengelola air hujan sehingga tidak menimbulkan bencana. Bagaimana seperti yang sudah dilakukan oleh Negara-negara maju. Untuk menghindari hujan menjadi bencana Negara harus melakukan gerakan mitigasi bencana dan menerapkan kebijakan penyerapan air hujan kedalam bumi.
Di sisi lain Negara juga harus komitmen dan serius melakukan penegakan hukum kepada mereka pelanggar alam. Kita harus mengatakan kebakaran hutan, banjir dan longsor ialah bencana yang disebabkan manusia dan ketidakmampuan kita mengelola alam. Di sinilah kita harus mau mengatakan bahwa bencana banjir, lonsor dan kebakaran hutan bukanlah akibat “alam yang jahat”.
***

Hujan sebagai mekanisme kemurahan alam terhadap manusia telah mengakhiri derita kemanusiaan dari kekeringan. Turunnya hujan juga ditunggu oleh seluruh rakyat Indonesia -  tidak hanya rakyat Cirebon-indramayu yang wilayah sawahnya besar - yang sudah lama didera kemarau panjang. Kita menggantungkan harapan pada datangnya hujan. Musim kemarau panjang tahun ini membuat hampir seluruh wilayah bumi Indonesia kering kerontang, terjadinya krisis air di sejumlah daerah telah menyengsarakan penduduknya. Pada saat kemarau dan kekeringan itu, bumi seakan stagnan, seperti tidak ada kehidupan, semua mati, tidak ada rumput dan daun yang tumbuh hijau, tidak ada air yang mengalir di sungai-sungai. Kedatangan hujan di awal tahun ini telah menyirami tanah menjadi basah dan hidup kemali, krisis air seakan terjawab sudah dan berakhir.

Oleh karena itu, kita seharusnya patut bersyukur atas datangnya hujan di awal tahun 2017 ini dengan penuh rasa suka cita. Grimiciknya suara hujan yang menyirami tanah, pepohonan dan segala apa yang ada di bumi sesungguhnya menjadi pertanda bahwa kehidupan masih terus berlangsung. Dengan masih terus berlangsugnya kehidupan di bumi Indonesia ini juga menjadi pertanda bahwa masih banyak pristiwa yang sedang dan akan berlangsung di negeri dengan 17 belas ribu pulau lebih ini.

Tulisan ini diterbitkan oleh Harian Radar Cirebon edisi cetak 17 Februari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar