Ini
adalah foto sebuah ruangan di rumah saya, dalam foto ini terlihat ada satu
notebook merah, buku bacaan dan tumpukan surat kabar harian (koran) yang
terletak diatas meja. Anda pasti paham fungsi benda-benda tersebut; buku untuk
dibaca, koran berisi berita yang menjadi kebutuhan dasar informasi aktual dan
notebook sebagai alat bantu untuk membuat tulisan.
Ya
betul, benda-benda itu sebagai teman yang menemani saya mengisi waktu luang
ditengah kepungan kesibukan. Disaat aku galau, gundah dan dihimpit oleh
kesibukan, saya selalu mencuri-curi waktu sedikit untuk bercumbu bersama
benda-benda itu. Bersama buku, surat kabar (koran) dan notebook itulah saya
menggoreskan aksara kegelisahan terhadap setiap pristiwa kehidupan bangsa yang
terjadi.
“Seandainya
lautan dijadikan tinta dan ranting-ranting pohon dijadikan pena, niscaya tidak
akan habisnya mencatat pristiwa dunia”. Kalimat Tuhan inilah yang menginspirasi
saya untuk selalu mencatat kegelisahanku dalam menyaksikan setiap pristiwa
kehidupan dunia yang mengusik fikiran dan hati nurani.
Anda
pasti sudah paham pristiwa yang saya maksud; bukan pristiwa olahraga tenis yang
ditunjukan oleh Ana Ivanovic petanis cantik asal Serbia yang mempertahankan
gelar juaranya dalam turnamen tenis Toray Pan Pacific Terbuka di Tokyo.
Tentu
bukan pristiwa kejuaraan olahraga itu yang membuat terusiknya hati dan
fikiranku. Pristiwa yang selalu mengusik hati dan fikiranku disaat aku dikepung
oleh kesibukan pekerjaan adalah pristiwa soal ritual ibadah haji yang selalu
dinodai tragedi kematian hingga harus berkorbankan ratusan dan bahkan ribuan jiwa
jamaah haji dari penjuru dunia. Banyak tanya yang selalu terngiang dalam hati
dan fikiran ini, pada saat saya berada di ruang kerja, begitu mendengar tragedi
ini saya selalu ingin segera pulang ke rumah dan bercumbu bersama surat kabar
harian, buku dan notebook untuk menjawab apa yang sebenarnya terjadi?
Sehari-hari,
hati dan fikiran saya tidak lepas dari kejaran pristiwa semacam itu yang selalu
mengusik dan menggugah hati nurani saya, saya merasa geram, seketika pernah
berfikir, seandainya saya ini duduk bersama mereka yang memiliki kekuasaan,
saya adalah orang yang ingin pertama bersuara dan turun ke lapangan untuk
segera menghentikan kejadian buruk itu agar tidak terulang lagi. Setidaknya
agar para jamaah haji itu bisa menjalankan setiap proses ibadah hajinya dengan
tenang dan tentram, tidak harus dibayang-bayangi rasa ketakutan akan tragedi
duka.
Mengapa
harus demikian? Sebab sudah terlihat bahwa factor kelalaian manusialah yang
menjadi penyebabnya. Sejauh factor manusia yang menjadi penyebabnya maka masih
banyak cara dan kekuatan untuk mengakhirinya. Kecuali takdir Tuhan yang tidak
bisa kita kejar.
Pada
suatu hari, pernah menteri Keuangan RI, Bambang Brodjonegoro berkata bahwa
kondisi ekonomi Indonesia masih baik-baik saja, tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Pernyataan ini seketikan menusuk akal dan hati nurani, bagaimana
mungkin ekonomi Indonesia dalam keadaan baik, sementara pada wktu itu telah
terjadi PHK masal pada ribuan buruh industri?
Tidak
ada yang baik dan tidak rasional jika ekonomi dikatakan baik. Sementara pada
waktu yang bersamaan angka kemiskinan meningkat? Pemerintah melaukan koreksi kebawah
atas target pertumbuhan ekonomi? Sebelah mana yang baik? Jika pemerintah sudah
mengoreksi kebawah atas target pertumbuhan ekonomi, maka syogiyanya target
angka kemiskinan dan pengangguran juga secara otomatis dikoreksi mundur pula?
Pristiwa
ini adalah kenyataan persoalan bangsa yang amat mengusik fikiran dan hati
nurani saya. Pada saat itupula saya segera menyempatkan waktu untuk
menggoreskan aksara kegelisahan terhadap keadaan ekonomi bangsa. Tulisan
(bentuk opini) saya ini akhirnya segera di sambut baik oleh beberapa media surat
kabar harian dan telah terbit menghiasi diskusi publik.
Ketika
saya dan istri selesai berbelanja kebutuhan pokok di carefour mall Kota Cirebon,
saya tidak sengaja melihat produk makanan asal Thailand dan Malaysia. Seketika
itu pula saya berfikir datangnya perdagangan bebas dari gerbong Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal 2016.
Selintas
saya berpendapat bahwa produk asal thailand dan Malaysia telah berhasil
melakukan ekspansi pasar di sejumlah Negara, termasuk ke Indonesia. Benarkah
demikian? Atas tanya itu saya segera melakukan riset kecil-kecilan, saya
menemukan data bahwa ternyata benar Negara gajah putih dan Malaysia itu telah
jauh-jauh hari sebelum MEA dimulai sudah mempersiapkan dan memperkuat produk
dan UMKM nya. Sehingga siap dari berbagai sisinya untuk berekspansi ke Negara
lain.
Ini
tentu mengejutkan dan membuat kita tersentak, sebab kita masih bertanya-tanya
dengan persiapan UMKM kita yang sudah sejauh mana? Soal ini. Saya punya teman
dekat yang bekerja di BPR Dipon Sejahtera Cirebon, pada suatu kesempatan, saya iseng
bertanya kepada teman saya ini, “mas
sejauh mana kredit yang anda salurkan dalam memperkuat UMKM?, Teman saya
ini menjawab “kondisinya memprihatinkan”.
“Kok begitu?” Celetuk saya. Teman
saya ini menjawab lagi “Sebab tidak sedikit
yang meminjam uang kredit bukan untuk pengembangan usaha, tetapi kebanyakan
pelaku UMKM meminjam kredit hanya untuk konsumsi”.
Keterangan
teman saya ini membuat saya membenarkan dugaan bahwa benar selama ini kredit
yang disalurkan kebanyakan untuk konsumsi, bukan untuk pengembangan usaha.
Kondisi
ini amat jauh kontras dan berbeda dengan Negara tetangga kita yang membuka
akses perbankan; kredit yang disalurkan tepat sasaran, yakni untuk pengembangan
usaha (daya saing). Sudah amat jelas, UMKM kita di lini permodalan amat ambur
adul.
Saya
katakan demikian, penyaluran kredit kita bukan hanya salah sasaran, sampai hari
ini masih banyak pula pelaku UMKM yang mengalami kesulitan akses permodalan,
apapun faktornya. Kroposnya UMKM kita di lini ini, membuat hati saya semakin
terenyuh. Dalam hati saya selalu berkata-kata sendiri, “bagaimana kekuatan UMKM
kita nanti di wilayah MEA? Sampai hari ini saya selalu khawatir.
Bagi
anda yang paham betul atas persoalan ini dan memiliki jawaban atas persoalan
ini, sangat senang jika anda mau bertukar fikiran (sharing) dengan saya.
Sampai
disini dulu, masih banyak yang ingin saya tuliskan tentang pristiwa yang
mengusik hati dan fikiran saya, atas dasar pristiwa yang mengusik hati ini pula
yang membuat tangan saya tidak akan berhenti menulis dan saya sebarkan ke
berbagai surat kabar harian. Anda bisa membaca tulisan-tulisan saya di kolom
opini Koran harian; Koran radar Cirebon, rakyat Cirebon, fajar Cirebon. Radar
Bandung, Radar Tasikmalaya, Radar Surabaya. Bagi saudara yang berada diluar
kota Cirebon, anda bisa menemui tulisan saya di Koran Sindo, Tribun dan Kompas,
tetapi di Koran nasional ini tidak terlalu sering. Jika anda kesulitan
menemukan tulisan saya, cukup anda mampir di rumah virtual saya; catatan-wahyudi.blogspot.co.id
Danke !
(tulisan ini saya
buat pada saat libur sore, minggu pukul 13.oo WIB, tanggal 27 September 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar