Minggu, 27 September 2015

Tempat Berfikir dan Menyusun Kata

Oleh; Wahyudi



Ini adalah foto sebuah ruangan di rumah saya, dalam foto ini terlihat ada satu notebook merah, buku bacaan dan tumpukan surat kabar harian (koran) yang terletak diatas meja. Anda pasti paham fungsi benda-benda tersebut; buku untuk dibaca, koran berisi berita yang menjadi kebutuhan dasar informasi aktual dan notebook sebagai alat bantu untuk membuat tulisan.

Ya betul, benda-benda itu sebagai teman yang menemani saya mengisi waktu luang ditengah kepungan kesibukan. Disaat aku galau, gundah dan dihimpit oleh kesibukan, saya selalu mencuri-curi waktu sedikit untuk bercumbu bersama benda-benda itu. Bersama buku, surat kabar (koran) dan notebook itulah saya menggoreskan aksara kegelisahan terhadap setiap pristiwa kehidupan bangsa yang terjadi.

“Seandainya lautan dijadikan tinta dan ranting-ranting pohon dijadikan pena, niscaya tidak akan habisnya mencatat pristiwa dunia”. Kalimat Tuhan inilah yang menginspirasi saya untuk selalu mencatat kegelisahanku dalam menyaksikan setiap pristiwa kehidupan dunia yang mengusik fikiran dan hati nurani.

Anda pasti sudah paham pristiwa yang saya maksud; bukan pristiwa olahraga tenis yang ditunjukan oleh Ana Ivanovic petanis cantik asal Serbia yang mempertahankan gelar juaranya dalam turnamen tenis Toray Pan Pacific Terbuka di Tokyo. 

Tentu bukan pristiwa kejuaraan olahraga itu yang membuat terusiknya hati dan fikiranku. Pristiwa yang selalu mengusik hati dan fikiranku disaat aku dikepung oleh kesibukan pekerjaan adalah pristiwa soal ritual ibadah haji yang selalu dinodai tragedi kematian hingga harus berkorbankan ratusan dan bahkan ribuan jiwa jamaah haji dari penjuru dunia. Banyak tanya yang selalu terngiang dalam hati dan fikiran ini, pada saat saya berada di ruang kerja, begitu mendengar tragedi ini saya selalu ingin segera pulang ke rumah dan bercumbu bersama surat kabar harian, buku dan notebook untuk menjawab apa yang sebenarnya terjadi?

Sehari-hari, hati dan fikiran saya tidak lepas dari kejaran pristiwa semacam itu yang selalu mengusik dan menggugah hati nurani saya, saya merasa geram, seketika pernah berfikir, seandainya saya ini duduk bersama mereka yang memiliki kekuasaan, saya adalah orang yang ingin pertama bersuara dan turun ke lapangan untuk segera menghentikan kejadian buruk itu agar tidak terulang lagi. Setidaknya agar para jamaah haji itu bisa menjalankan setiap proses ibadah hajinya dengan tenang dan tentram, tidak harus dibayang-bayangi rasa ketakutan akan tragedi duka. 

Mengapa harus demikian? Sebab sudah terlihat bahwa factor kelalaian manusialah yang menjadi penyebabnya. Sejauh factor manusia yang menjadi penyebabnya maka masih banyak cara dan kekuatan untuk mengakhirinya. Kecuali takdir Tuhan yang tidak bisa kita kejar.

Pada suatu hari, pernah menteri Keuangan RI, Bambang Brodjonegoro berkata bahwa kondisi ekonomi Indonesia masih baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pernyataan ini seketikan menusuk akal dan hati nurani, bagaimana mungkin ekonomi Indonesia dalam keadaan baik, sementara pada wktu itu telah terjadi PHK masal pada ribuan buruh industri? 

Tidak ada yang baik dan tidak rasional jika ekonomi dikatakan baik. Sementara pada waktu yang bersamaan angka kemiskinan meningkat? Pemerintah melaukan koreksi kebawah atas target pertumbuhan ekonomi? Sebelah mana yang baik? Jika pemerintah sudah mengoreksi kebawah atas target pertumbuhan ekonomi, maka syogiyanya target angka kemiskinan dan pengangguran juga secara otomatis dikoreksi mundur pula? 

Pristiwa ini adalah kenyataan persoalan bangsa yang amat mengusik fikiran dan hati nurani saya. Pada saat itupula saya segera menyempatkan waktu untuk menggoreskan aksara kegelisahan terhadap keadaan ekonomi bangsa. Tulisan (bentuk opini) saya ini akhirnya segera di sambut baik oleh beberapa media surat kabar harian dan telah terbit menghiasi diskusi publik.

Ketika saya dan istri selesai berbelanja kebutuhan pokok di carefour mall Kota Cirebon, saya tidak sengaja melihat produk makanan asal Thailand dan Malaysia. Seketika itu pula saya berfikir datangnya perdagangan bebas dari gerbong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal 2016. 

Selintas saya berpendapat bahwa produk asal thailand dan Malaysia telah berhasil melakukan ekspansi pasar di sejumlah Negara, termasuk ke Indonesia. Benarkah demikian? Atas tanya itu saya segera melakukan riset kecil-kecilan, saya menemukan data bahwa ternyata benar Negara gajah putih dan Malaysia itu telah jauh-jauh hari sebelum MEA dimulai sudah mempersiapkan dan memperkuat produk dan UMKM nya. Sehingga siap dari berbagai sisinya untuk berekspansi ke Negara lain.

Ini tentu mengejutkan dan membuat kita tersentak, sebab kita masih bertanya-tanya dengan persiapan UMKM kita yang sudah sejauh mana? Soal ini. Saya punya teman dekat yang bekerja di BPR Dipon Sejahtera Cirebon, pada suatu kesempatan, saya iseng bertanya kepada teman saya ini, “mas sejauh mana kredit yang anda salurkan dalam memperkuat UMKM?, Teman saya ini menjawab “kondisinya memprihatinkan”. “Kok begitu?” Celetuk saya. Teman saya ini menjawab lagi “Sebab tidak sedikit yang meminjam uang kredit bukan untuk pengembangan usaha, tetapi kebanyakan pelaku UMKM meminjam kredit hanya untuk konsumsi”.
 
Keterangan teman saya ini membuat saya membenarkan dugaan bahwa benar selama ini kredit yang disalurkan kebanyakan untuk konsumsi, bukan untuk pengembangan usaha.

Kondisi ini amat jauh kontras dan berbeda dengan Negara tetangga kita yang membuka akses perbankan; kredit yang disalurkan tepat sasaran, yakni untuk pengembangan usaha (daya saing). Sudah amat jelas, UMKM kita di lini permodalan amat ambur adul.  

Saya katakan demikian, penyaluran kredit kita bukan hanya salah sasaran, sampai hari ini masih banyak pula pelaku UMKM yang mengalami kesulitan akses permodalan, apapun faktornya. Kroposnya UMKM kita di lini ini, membuat hati saya semakin terenyuh. Dalam hati saya selalu berkata-kata sendiri, “bagaimana kekuatan UMKM kita nanti di wilayah MEA? Sampai hari ini saya selalu khawatir. 

Bagi anda yang paham betul atas persoalan ini dan memiliki jawaban atas persoalan ini, sangat senang jika anda mau bertukar fikiran (sharing) dengan saya.

Sampai disini dulu, masih banyak yang ingin saya tuliskan tentang pristiwa yang mengusik hati dan fikiran saya, atas dasar pristiwa yang mengusik hati ini pula yang membuat tangan saya tidak akan berhenti menulis dan saya sebarkan ke berbagai surat kabar harian. Anda bisa membaca tulisan-tulisan saya di kolom opini Koran harian; Koran radar Cirebon, rakyat Cirebon, fajar Cirebon. Radar Bandung, Radar Tasikmalaya, Radar Surabaya. Bagi saudara yang berada diluar kota Cirebon, anda bisa menemui tulisan saya di Koran Sindo, Tribun dan Kompas, tetapi di Koran nasional ini tidak terlalu sering. Jika anda kesulitan menemukan tulisan saya, cukup anda mampir di rumah virtual saya; catatan-wahyudi.blogspot.co.id

Danke !

(tulisan ini saya buat pada saat libur sore, minggu pukul 13.oo WIB, tanggal 27 September 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar