(tulisan ini terbit di koran harian Radar Cirebon edisi 28 September 2015)
Kita berduka dan sangat prihatin atas
tragedi haji yang terus berulang dan yang sudah
berkali-kali merenggut ratusan korban jiwa itu tidak kunjung bisa teratasi.
Belum usai kesedihan atas tragedi
kematian jamaah haji dalam pristiwa jatuhnya crane (mesin derek) di Masjidil Haram. Kini dunia islam kembali harus
berduka akibat kematian kurang lebih 717 jamaah haji saat hendak melontar
jumrah, di Mina.
Peristiwa
itu merupakan tragedi yang kesepuluh kalinya sejak 1980-an. Dari 10 peristiwa
tragis tersebut, tujuh di antaranya terjadi saat prosesi melontar jumrah.
Hakikat
ritual melontar jumrah merupakan simbol ritus mengusir setan (iblis) dari
jiwa-jiwa manusia, tetapi dalam prakteknya amat jauh dari penghayatan makna mendalam
dari setiap proses ibadah haji tersebut.
Tugas
tokoh ummat islam dunia adalah jangan membiarkan kondisi ini berlanjut dan umat
islam berjalan sendiri dengan mementingkan urusan “benalitas (lapisan luar)” ajaran
ibadah, misalnya mengejar kuantitas pahala sebanyak-banyaknya tetapi mengabaikan
keselamatan manusia lainnya? Ketidaktertiban dan ketidakdisipilan proses ritual
pun menjadi tontonan seperti kompetisi menjemput kematian. Bukannya nilai
ritual yang didapat, justru petaka yang datang.
Tetapi
tragedi ini tidak benar jika sepenuhnya kesalahan dari kurang tertibnya jamaah. Juga tidak selalu benar jika tragedi
kematian itu berdasarkan pernyataan transenden
bahwa semua sudah menjadi takdir Tuhan. Seharusnya faktor kelalaian manajemen menjadi
isu yang harus disoroti. Disinilah kita tak boleh pasrah, ikhlas dan lapang
menghadapi musibah yang diakibatkan kelalaian manajamen. Kita boleh menuntut
mereka (manajemen) yang karena kelalaiannya menyebabkan suatu bencana terjadi. Sudah
saatnya kita harus memutus tradisi tragedi ini yang terus berlangsung tanpa
bisa diatasi.
***
Ibadah
haji adalah ajaran ibadah islam, merupakan prosesi ritual akbar yang diikuti
oleh jutaan umat muslim dari berbagai bangsa dan Negara dunia dalam kurun waktu
yang sama dan di tempat yang sama pula. Bisa kita bayangkan, dalam situasi dan
kondisi itu bukanlah tugas ringan untuk mengaturnya.
Disinilah
demi keamanan dan keselamatan seharusnya diperlukan manajemen pengelolaan yang baik
dengan standar dan tenaga professional. Acara besar ini tidak mungkin hanya
dikelolah oleh satu Negara, apalagi prosesi haji melibatkan jamaah dari
berbagai Negara dunia.
Dibutuhkan
peran Negara lain, selain juga menjadi tugas setiap Negara asal para jamaah
untuk melindungi warganya. Namun anehnya, Negara arab Saudi sebagai otoritas
penyelenggara belum membuka diri bagi masuknya peran negara lain untuk ikut
serta mengatur prosesi ibadah haji.
Sudah
sepatutnya, Negara-negara lain untuk terus mendesak dan melakukan diplomasi
kepada pemerintahan Negara arab Saudi agar membuka diri menerima hadirnya peran
tenaga professional dari Negara lain. Belum lagi prosesi ibadah haji pada
setiap tahunnya mengalami peningkatan jumlah jamaah dari berbagai penjuru
dunia, kenyataan ini haruslah dianggap sebagai pekerjaan besar yang menuntut
manajemen yang baik agar setidaknya tragedi mina tidak berulang pada setiap
tahunnya.
Pendapat
ini amatlah rasional, tidak sepatutnya kita membiarkan prosesi ritual haji yang
sakral itu terus dinodai oleh tragedi duka. Tidak sepatutnya pula kita selalu
membenarkan bahwa tragedi duka ini akibat faktor alam dan atau takdir Tuhan.
Jika
pemetaan persoalannya jelas ada pada buruknya manajemen atau kelalaian manusia,
sudah waktunya kita membangun manajemen yang memungkinkan pelaksanaan prosesi
ibadah haji penuh dengan kenyamanan, keamanan dan keselamatan. Sehingga makna
mendalam dari sakralitas nilai ibadah haji sedapat mungkin berdampak pada
jamaah.
Tragedi
haji tahun ini sejatinya menjadi renungan dan peringatan kepada ummat Nabi
Muhammad, setidaknya untuk ummat pembelajar yang mau belajar sejarah dan tidak
mengulang sejarah yang buruk. Hal ini Allah berkata: “pelajarilah sejarahmu, untuk hari esokmu”. Pristiwa ini menjadi
tugas umat islam dunia untuk membenahi berbagai sisinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar