Oleh; Wahyudi
Kekeringan
akibat el Nino menjadi tradisi yang menganggu produktivitas pertanian. Implikasinya
berbuah menjadi “masalah klasik pangan” berupa kekurangan stok beras, jalan
impor pun menjadi solusi akhir dan janji swasembada pangan akan tetap relevan
dipertanyakan.
Perubahan
iklim dan cuaca ekstrim yang tak menentu menjadi realitas yang harus dihadapi dunia
pertanian. Disinilah mau tidak mau manusia harus makin tanggap dan cerdas
menangkap tanda-tanda daulat alam (el nino). Dengan sikap tanggap dan cerdas
itulah, begitu lonceng el Nino datang, peta wilayah yang kemungkinan berpotensi
kekeringan sudah siap ditangan.
Kita
sadari, satu fakta fenomena alam ini bukanlah tugas ringan. Namun, sikap
tanggap dan cerdas itu syogiyanya dimiliki oleh jajaran pemerintah. Setidaknya
agar kita tidak kecolongan kesekian kalinya, seperti bencana asap yang terus
terjadi dan terjadi.
Langkah
cerdas dan tanggap dari pemerintah sangat diperlukan. Saat ini yang dibutuhkan
petani adalah air bersih, ketika air waduk sudah tidak bisa diandalkan lagi, pembuatan sumur bor dan embung yang dibuat oleh BNPB seperti
di beberapa daerah Jawa Timur sangat membantu dan diperlukan. Namun, akan lebih
baik jika langkah ini dilakukan di beberapa daerah yang juga dilanda
kekeringan.
Selain itu, tidak kalah penting yang
diperlukan petani adalah berupa kemampuan menyiasati pola perubahan cuaca.
Penyuluhan yang memungkinkan petani memiliki kemampuan tersebut amatlah
membantu. Dengan kemampuan memahami cuaca ini petani akan lebih tanggap dalam
menyiasati cuaca, iklim dan pola tanam.
Atau
dengan cara cerdas ini; dalam jangka menengah, pemerintah harus mulai
menyiapkan system budi daya padi yang hemat air. Pengembangan dan penyiapan
benih pangan tahan hantaman krisis kekeringan. Dan masih banyak cara cerdas
lain dari berbagai ahli yang bisa diterapkan. Langkah-langkah cerdas dan
visioner diperlukan, setidaknya untuk meringankan dampak yang lebih besar pada
masa krisis.
***
Seperti
yang kita ketahui bahwa persoalan pertanian tidak hanya soal bibit, tanah, hama
dan pupuk tetapi juga cuaca. Apalagi kita hidup di wilayah geografis seperti
Indonesia yang memiliki karakter cuaca yang tidak menentu. Pemerintah harus
menyadari betul bahwa Indonesia punya banyak pekerjaan rumah yang besar soal
ini. Sehingga janji soal swasembada pangan janganlah hanya sebatas alat
kampanye politik. Sebab kebijakan soal swasembada pangan ini diperlukan
kalkulasi yang matang, program yang terukur dan realisasi kebijakan yang
akurat.
Persoalan
kekeringan yang melanda produktivitas pertanian ini baru persoalan di lini
produksi. Pada tahap lini produksi saja pemerintah masih sering kecolongan.
Belum lagi dihadang oleh persoalan lain; seperti manajemen stok pangan dan
mekanisme pasar.
Kekeringan
dan kelangkaan air bersih adalah persoalan lini produksi pertanian yang selama
ini menjadi masalah klasik dan krusial yang sampai hari ini belum bisa dijawab
oleh janji-janji politik pemimpin bangsa ini. Apa boleh buat, akbiat dari
anjloknya lini produksi adalah minimnya stok beras yang menjadi persoalan akhir
yang rumit. Membuka peluang impor beras pada akhirnya jalan yang mudah ditempu.
Namun,
soal impor ini tentu kita tidak bolah lupa terhadap janji pemerintahan Jokowi
yang memasang target swasembada pangan. Untuk mempertegas sasaran target
tersebut, pemerintah dengan penuh keyakinan menutup opsi impor rapat-rapat atas
sejumlah komoditas pangan. Namun komitmen pemerintah menutup keran impor itu
perlu dipertanyakan ketika pada akhirnya pemerintah kembali membuka impor
beras. Disinilah pemerintah belum berpegang teguh pada janji politiknya.
Kita
tahu bahwa pemerintah tahun ini menghadapi ujian yang berat di sektor pasar
pangan domestik. Musim kering yang panjang dibeberapa daerah menjadi persoalan
pelik yang menghadang, belum lagi ditambah situasi krisis nilai tukar rupiah
yang tak kunjung redah.
Namun,
bagaimanapun kondisi yang menghadang, pemerintah tidak boleh mnyerah dan
seluruh kompenen bangsa tidak boleh patah asa. Meskipun hampir dipasitiakan
bahwa kita sudah agak terlambat mengantisipasi krisis. Bukan tidak mungkin
kondisi demikian tidak akan terulang dengan cara merancang kebijakan yang tepat
dari sekarang. Dan krisis kali ini jangan sampai membuat kita lupa bahwa pertanian adalah sector yang dapat
bertahan dan diandalkan pada krisis 1998.
Pemerintah
dengan segala potensi sumber daya (power)
yang dimiliki seharusnya tidak boleh kalah oleh berbagai tantangan. Boleh-boleh
saja membuat janji politik, selama didasarkan atas niat dan komitmen untuk
memperjuangkan rakyat dan bangsanya. Janji politik yang dibuat pemerintah
seharusnya diikuti dengan pertarungan melawan tantangan. Inilah pertarungan
terhormat sebab pemerintah bertarung demi rakyat dan bangsanya. Kecuali,
bertarung dengan niat untuk yang lain. Janji politik swasembada pangan bukanlah
tugas ringan untuk melaksanakannya, rakyat akan tetap ingat bagaimanapun
hasilnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar