Sabtu, 26 September 2015

El Nino dan Janji Swasembada Pangan


Oleh; Wahyudi

Kekeringan akibat el Nino menjadi tradisi yang menganggu produktivitas pertanian. Implikasinya berbuah menjadi “masalah klasik pangan” berupa kekurangan stok beras, jalan impor pun menjadi solusi akhir dan janji swasembada pangan akan tetap relevan dipertanyakan.

Perubahan iklim dan cuaca ekstrim yang tak menentu menjadi realitas yang harus dihadapi dunia pertanian. Disinilah mau tidak mau manusia harus makin tanggap dan cerdas menangkap tanda-tanda daulat alam (el nino). Dengan sikap tanggap dan cerdas itulah, begitu lonceng el Nino datang, peta wilayah yang kemungkinan berpotensi kekeringan sudah siap ditangan.

Kita sadari, satu fakta fenomena alam ini bukanlah tugas ringan. Namun, sikap tanggap dan cerdas itu syogiyanya dimiliki oleh jajaran pemerintah. Setidaknya agar kita tidak kecolongan kesekian kalinya, seperti bencana asap yang terus terjadi dan terjadi.

Langkah cerdas dan tanggap dari pemerintah sangat diperlukan. Saat ini yang dibutuhkan petani adalah air bersih, ketika air waduk sudah tidak bisa diandalkan lagi, pembuatan  sumur bor dan embung yang dibuat oleh BNPB seperti di beberapa daerah Jawa Timur sangat membantu dan diperlukan. Namun, akan lebih baik jika langkah ini dilakukan di beberapa daerah yang juga dilanda kekeringan.

            Selain itu, tidak kalah penting yang diperlukan petani adalah berupa kemampuan menyiasati pola perubahan cuaca. Penyuluhan yang memungkinkan petani memiliki kemampuan tersebut amatlah membantu. Dengan kemampuan memahami cuaca ini petani akan lebih tanggap dalam menyiasati cuaca, iklim dan pola tanam.

Atau dengan cara cerdas ini; dalam jangka menengah, pemerintah harus mulai menyiapkan system budi daya padi yang hemat air. Pengembangan dan penyiapan benih pangan tahan hantaman krisis kekeringan. Dan masih banyak cara cerdas lain dari berbagai ahli yang bisa diterapkan. Langkah-langkah cerdas dan visioner diperlukan, setidaknya untuk meringankan dampak yang lebih besar pada masa krisis.

***
Seperti yang kita ketahui bahwa persoalan pertanian tidak hanya soal bibit, tanah, hama dan pupuk tetapi juga cuaca. Apalagi kita hidup di wilayah geografis seperti Indonesia yang memiliki karakter cuaca yang tidak menentu. Pemerintah harus menyadari betul bahwa Indonesia punya banyak pekerjaan rumah yang besar soal ini. Sehingga janji soal swasembada pangan janganlah hanya sebatas alat kampanye politik. Sebab kebijakan soal swasembada pangan ini diperlukan kalkulasi yang matang, program yang terukur dan realisasi kebijakan yang akurat.

Persoalan kekeringan yang melanda produktivitas pertanian ini baru persoalan di lini produksi. Pada tahap lini produksi saja pemerintah masih sering kecolongan. Belum lagi dihadang oleh persoalan lain; seperti manajemen stok pangan dan mekanisme pasar.

Kekeringan dan kelangkaan air bersih adalah persoalan lini produksi pertanian yang selama ini menjadi masalah klasik dan krusial yang sampai hari ini belum bisa dijawab oleh janji-janji politik pemimpin bangsa ini. Apa boleh buat, akbiat dari anjloknya lini produksi adalah minimnya stok beras yang menjadi persoalan akhir yang rumit. Membuka peluang impor beras pada akhirnya jalan yang mudah ditempu.

Namun, soal impor ini tentu kita tidak bolah lupa terhadap janji pemerintahan Jokowi yang memasang target swasembada pangan. Untuk mempertegas sasaran target tersebut, pemerintah dengan penuh keyakinan menutup opsi impor rapat-rapat atas sejumlah komoditas pangan. Namun komitmen pemerintah menutup keran impor itu perlu dipertanyakan ketika pada akhirnya pemerintah kembali membuka impor beras. Disinilah pemerintah belum berpegang teguh pada janji politiknya. 

Kita tahu bahwa pemerintah tahun ini menghadapi ujian yang berat di sektor pasar pangan domestik. Musim kering yang panjang dibeberapa daerah menjadi persoalan pelik yang menghadang, belum lagi ditambah situasi krisis nilai tukar rupiah yang tak kunjung redah.

Namun, bagaimanapun kondisi yang menghadang, pemerintah tidak boleh mnyerah dan seluruh kompenen bangsa tidak boleh patah asa. Meskipun hampir dipasitiakan bahwa kita sudah agak terlambat mengantisipasi krisis. Bukan tidak mungkin kondisi demikian tidak akan terulang dengan cara merancang kebijakan yang tepat dari sekarang. Dan krisis kali ini jangan sampai membuat kita lupa  bahwa pertanian adalah sector yang dapat bertahan dan diandalkan pada krisis 1998.

Pemerintah dengan segala potensi sumber daya (power) yang dimiliki seharusnya tidak boleh kalah oleh berbagai tantangan. Boleh-boleh saja membuat janji politik, selama didasarkan atas niat dan komitmen untuk memperjuangkan rakyat dan bangsanya. Janji politik yang dibuat pemerintah seharusnya diikuti dengan pertarungan melawan tantangan. Inilah pertarungan terhormat sebab pemerintah bertarung demi rakyat dan bangsanya. Kecuali, bertarung dengan niat untuk yang lain. Janji politik swasembada pangan bukanlah tugas ringan untuk melaksanakannya, rakyat akan tetap ingat bagaimanapun hasilnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar