Oleh: WAHYUDI
Ditengah
situasi pelambatan ekonomi seperti saat ini, bangsa Indonesia harus bisa menangkap peluang dan kesempatan (oportuninty). Detik-detik pelemahan ekonomi ini harus kita manfaatkan
sebagai momentum historis untuk melakukan berbagai langkah perbaikan
fundamental dan struktural. Dalam kondisi demikian, usaha kecil dan ekonomi
kraetif menawarkan alternatif.
Jangan
sampai anjolknya nilai tukar rupiah kali ini membuat kita lupa akan sejarah,
yakni pada pengalaman bersejarah dan berharga di tahun 1998. Pristiwa krisis
yang kebetulan pemicunya sama; melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Momentum krisis 1998 yang melahirkan ratusan ribu hingga jutaan UMKM. Negara
yang tangguh adalah Negara yang 85 % fondasi perekonomian nasioanalnya ditopang
oleh pengusaha-pengusaha UKM, bukan pebisnis dan korporasi berskala raksasa.
Jujur
kita akui, bahwa saat ini ekonomi Indonesia dihadapkan pada krisis nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS. Sebenarnya rupiah kita hanya sedikit anjlok kebawah
Rp.1.500-an terhadap dolar AS. Namun krisis ini berkekuatan memukul sektor
industri padat karya dalam negeri yang berbahan baku impor.
Korporasi
Indonesia pada umumnya menggunakan bahan baku impor yang berjumlah besar,
sehingga sangat rentan resiko kurs. Dampak dari itu adalah biaya operasional
produksi menjadi meningkat siginifikan. Dalam waktu yang sama, permintaan dan
daya beli masyarakat melemah dan anjlok, terutama di daerah penghasil komoditas.
Ditambah lagi kualitas tata kelola perusahaan dan faktor lainnya yang kerap
dipertanyakan oleh penulis. Sebab sejak dulu Indonesia masih memiliki struktural
dan industri yang sangat rapuh.
Tentu,
kondisi demikian membuat banyak pihak panik dan cemas. Kepanikan dan kecemasan
itu setidaknya dialami oleh ribuan buruh yang takut terkena PHK susulan, sebab
sebanyak 26.000 buruh sudah terkena PHK. PHK tak terhindarkan, karena biaya
produksi diluar akal itu berpotensi merugikan korporasi. Angka PHK sebanyak itu
turut menyumbang jumlah pengangguran dan kemiskinan di kantor Badan Pusat
Statistik (BPS) Indonesia.
Kabar
lain, kepanikan itu menimpah beberapa bos insdustri padat karya yang terpaksa
gulung tikar. Penulis tegaskan, bahwa fenomena ini tidak mengada-ada, apalagi
mendramatisir, sama sekali murni kenyataan. Tulisan ini sama sekali tidak
bermaksud membuat cemas, takut, apalagi pesimis. Sebab memang demikian adanya.
Coba kita lihat data BI, disana angka makroekonomi baik-baik saja, tidak ada
masalah. Tidak ada indikator krisis yang menakutkan dan mengacaukan. Semuanya
baik dan beres. Tetapi, kenyataan lapangan berbicara lain, amat jauh berbeda
dengan yang dikatakan angka. Sektor real
sedang lesuh dan terpuruk. Disinilah keberanian kita sebagai bangsa diuji untuk
menentukan jalan lain ekonomi, mencari jalan alternatif yang tersedia.
TAWARAN
ALTERNATIF
Dalam
kondisi demikian, usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) menawarkan alternatif.
Usaha ini tidak begitu bergantung pada bahan baku impor sehingga krisis nilai
tukar rupiah tidak terlalu menjadi persoalan. Bahan baku lokal mampu memenuhi
kebutuhan sektor usaha mikro, kecil dan menengah ini. UMKM ini pada umumnya
bergerak di sektor industri kreatif.
Di
era perkembangan sains dan teknologi yang terus mengalami integrasi dunia, menyebabkan
terjadinya “fragmentasi produk bertambah”. Dalam kondisi ekonomi seperti itu
maka daya saing ekonomi tidak lagi berkait pada sektor industri hulu dan hilir,
eksploitasi sumber daya alam, ongkos tenaga kerja dan jasa. Akan tetapi lebih
pada bagaimana suatu Negara dan bangsa menciptakan nilai tambah lebih banyak (more value plus). Disinilah masa depan
ekonomi dunia lebih menuntut kapabilitas, daya kreatifitas, sumberdaya manusia,
sains dan teknologi.
Selama
ini, kemajuan dalam bidang ekonomi Indonesia terutama didukung oleh ekspolitasi
sumberdaya alam (migas dan hutan). Sementara kemajuan ekonomi Negara-negara
maju didukung oleh ekspor, industri berbasis iptek, peningkatan produktifitas
dan daya saing nasional.
BLUE PRINT 100 TAHUN INDOENSIA ADIL MAKMUR
Selama
70 tahun, Indonesia belum sejahtera karena baru memanfaatkan satu dari empat
mesin pembangunan, yaitu sumberdaya alam. Ketiga mesin lain, yaitu sumberdaya
manusia, infrastruktur serta ilmu pengetahuan dan teknologi, belum
termanfaatkan. Indonesia harus memanfaatkan bonus demografi melalui peningkatan
kapasitas kewirausahaan (interpreunership).
(Subroto, 2015).
Pada
momentum kali ini, kita (bangsa Indonesia) harus berani menentukan dan
membangun ulang fondasi ekonomi nasional; Disini UMKM yang teruji tahan
goncangan krisis sebagai tawaran alternatif bagi fondasi ekonomi Indonesia.
Agenda penguatan dan pembenahan institusi keuangan dan industri besar dalam
negeri juga harus terus dilakukan. Kita harus berani membuat rancang bangun (blue print) pembangunan menuju 100
tahun Indonesia merdeka pada tahun 2045, visi Indonesia adil dan makmur menjadi
komitmen dan tujuan dari blue print
ini.
Jangan
sampai kita kehilangan momentum yang kedua kalinya. Sebab pristiwa 1998 cukup
memberikan pengalaman yang berharga, setidaknya untuk bangsa pembelajar (learning nation). Kita masih ingat,
pada saat gerbang era reformasi dibuka telah berhasil memaksa sang ditaktor
soeharto lengser keprabonan. Namun perlu diingat bahwa tidak semua masalah
langsung tertangani dan dibereskan. Sebagian besar daftar masalah-masalah yang
bersifat fundamental justru tidak tersentuh reformasi. Salah satunya adalah hilangnya
kesempatan mereformasi sistem ekonomi dengan daya kreatifitas sendiri, atau
dengan kata lain Indonesia pada waktu itu belum sempat membuat rancang bangun 100 tahun ekonomi Indonesia sejahtera.
Disinilah
kita sebagai learning nation (bangsa
pembelajar) yang sadar pengalaman sejarah harus bisa memanfaatkan momentum
historis ini untuk melakukan berbagai langkah perbaikan fondasi dan struktur
ekonomi. Setidaknya agar krisis serupa tidak terulang lagi di masa depan.
Reformasi ekonomi juga sebagai ikhtiar mencapai tujuan berbangsa dan bernegara,
jika tidak ada ikhtiar kebangsaan ini maka cita-cita konstitusi akan tetap basi
dan lapuk diatas kertas putih tanpa perwujudan nyata bagi kebahagian rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar