Oleh; Wahyudi
Mengapa manusia terus bergerak memenuhi
apa yang ia butuhkan untuk mempertahankan kehidupan dirinya? Salah satu jawaban
yang sederhana; ia sebagai mahluk hidup yang diberi anugrah yang bernama
hidayah naluri yang membuatnya terus tergerak memenuhi kebutuhan dan hasratnya
sebagai mahluk hidup.
Alasan diatas memang benar, namun
tidaklah sederhana itu, manusia sekilas memang mahluk hidup yang memiliki
naluri, hewan dan binatang pun sama memiliki naluri. Seperti bayi yang
merasakan lapar, dengan nalurinya ia menangis untuk menyampaikan bahwa ia
lapar, setelah diberi susu oleh ibunya ia pun langsung diam. Tetapi, manusia
dengan binatang dan mahluk lainnya tidaklah sama, baik secara ragawi maupun
dimensi lainya. Keduanya berbeda sebagai mahluk dan berbeda dari keseluruhan
asasi yang dimilikinya.
Banyak disebutkan dalam berbagai Kitab
Agama. Manusia sebagai mahluk yang sempurna, mulai dari struktur ragawi dan
dimensi kualitas yang melekat padanya memberi pancaran sosok yang berbeda
dengan mahluk lainya, sebagai kehendak dan kekuasaan Tuhan sehingga demikian
adanya. Manusia sebagai wakil Tuhan di bumi untuk menjaga kehidupan dunia ini
dengan baik. Dengan instrumen yang dimilikinya ia bisa membangun tatanan
kehidupan yang teratur dan berkeadaban serta menjadi rahmat bagi lingkungan
alam sekitarnya. Namun juga sebaliknya, manusia bisa menjadi penyebab kerusakan
bumi dan lingkungan alam sekitarnya. Sekalipun manusia sebagai mahluk yang
terbaik, kadangkala ia menjadi sumber kerusakan kehidupan dirinya dan
lingkungan sekitarnya akibat dari kenyataan bahwa manusia kadangkala kehilangan
dan menghilangkan dimensinya sebagai mahluk yang terbaik.
MISSION SECRE
Apa mission
secre itu? Bisa kita sebut sebagai misi suci atau amanat mulia yang
langsung diberi Allah untuk manusia dimuka bumi. Dalam berbagai Kitab Suci
agama. Terutama al Quran, banyak ayat-ayat yang mengatakan bahwa manusia
sebagai wakil Tuhan di bumi; khalifah,
membawah amanat dan tugas suci dalam penciptaannya, secara global ia diberi
amanah Tuhan untuk menjaga bumi demi kelestarian dan kesejahteraan. Dengan
kesadaran kekhalifaannya itu ia beraktualisasi
kedalam kelompok sosial yang dalam manajemen modern disebut sebagai
intitusi-organisasi. Dengan berbagai instrumen didalamnya, institusi-organisasi
dibutuhkan bagi setiap manusia yang sadar dan tergerak memenuhi fitrah, hati
nurani dan tugas kekhalifannya
sebagai manusia baik secara individu maupun sosial.
Institusi-organisasi sebagai tempat
manusia untuk berkarya dan wahana pengabdian profesional sebagai bagian
integral wujud beribadah dan aktualitas fungsi kekhalifahannya kepada sesama dan Tuhan al Khalik yang
menciptakannya sebagi mahluk yang mulia. Insan seperti ini yang dengan kesadarn
ragawi dan ruhaniyahnya menempatkan diri pada kesadaran total akan tugasnya
yang mulia (mission secre) sebagai
mahluk Allah.
Sosok sumberdaya insani yang sadar akan
tugasnya yang mulia (mission secre)
di muka bumi. Wujud pengabdiannya bertitik tolak dari ketepnaggilan akan tujuan
yang mulia dalam mencurahkan fikiran, tenaga dan perasaan selama mengemban
tanggungjawab amanah. Hakikatnya bahwa sifat keterpanggilan itu fitrah manusia
yang selalu sadar akan kebenaran, kebaikan dan kebajikan.
HATI NURANI DAN TUJUAN
Sifat keterpanggilan yang melekat pada
manusia sebagai fitrah itu bersumber dari hati nurani. Namun, mustahil
seseorang akan merasakan datangnya keterpanggilan mulia kemanusiaan dan
kebajikan jika tidak menjadikan hati nurani sebagai suara penggeraknya. Jadi
hati nurani sebagai titik tolak yang mendasar bagi perwujudan kinerja kaum
sumberdaya manusia berkualitas.
Dalam tulisan ini, manusia yang secara
spesifik saya gambarkan sebagai kumpulan
manusia professional, berintelektual, berilmu pengetahuan luas dan berakhlak
mulia. Sumberdaya insani yang memulai pengabdian profesionalnya dengan
berangkat dari suara hati nurani. Hati nurani yang bersifat hanief (benar) ini juga sebagai pancaran
keinginan untuk cenderung kepada kebaikan dan kebenaran. Atas dasar itulah ia
memulai berbaagai karyanya dengan mengikuti hati nurani yang bersifat hanief (benar).
Dimulainya dari hati nurani dan
komitmen terhadap terwujudnya tujuan dan kondisi yang lebih baik. Bagaimana
sumberdaya manusia semacam itu menempatkan segala kinerja dan karyanya untuk
mencapai tujuan dan kondisi yang lebih baik. Ia tidak mau menjadi mahluk hidup
yang eksis tanpa karya dan manfaat bagi pencapaian kondisi yang stabil dan
lebih baik. Atas keterpanggilan hati nurani kemanusiaan ia menjadikan tujuan
sebagai orientasi kerja dan karyanya.
M. Alfan Alfian (2007), dalam bukunya
mencatat bahwa menjadi pemimpin adalah kesempatan untuk memperbaiki keadaan.
Dengan begitu, ia berharap punya nilai lebih. Tenaga, fikiran dan bahkan
perasaannya pun terpakai. Ada kepuasannya tersendiri dalam hal ini, karena yang
diharapkan adalah pahala, heroism
mengemuka dan orang akan berjaung tanpa pamri.
Dalam institusi-organisasi bukan hanya
ia jadikan tempatnya mencari nafkah dan kegiatan formalitas. Akan tetapi
sebagai ladang mencurahkan tenaga dan fikiran untuk berkarya. Bekerja bukan
hanya untuk mengejar uang dan gaji, lebih dari itu, pengabdian profesionalnya
berangkat dari visi (tujuan) yang senantiasa menjadi ilham yang produktif
senantiasa mengiringi daya kreatif, inovatis dan profesionalitasnya di berbagai
bidang pengabdian profesional.
TOTALITAS DAN PROFESIONAL
Kita sudah sadar, dalam arah perjalanan
bangsa yang terus mengalami perubahan ke laju yang lebih baik, kita memerlukan
sumberdaya insani yang memiliki integritas tinggi dan berkemampuan kreatif,
inovatif, optimis dan cepat dalam menyikapi tantangan yang berat di berbagai
sector pengabdian professional.
Sumberdaya insani semacm ini mendesak
dibutuhkan untuk mengawal dan meng-handle
berbagai bidang pengabdian professional. Saya kira sudah saatnya seluruh
kompenen bangsa di berbagai bidang untuk sadar dan terus tergerak mewujudkan
sumber daya insani yang berkualitas dalam berbagai sisi dimensi yang diperlukan
bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Sumberdaya insani yang saya gambarkan
sebagai sekumpulan manusia yang berintelektual, berilmu pengetahuan luas,
berakhlak dan profesaioanl dalam keahliannya yang mumpuni. Sifat totalitas dan
profesionalitasnya menjadi spirit sekaligus hiasan sehari-hari kelompok manusia
ini di lingkungan institusi-organisasi tempat penghidupannya.
DENGAN KEJUJURAN
Ternyata tidak cukup dan tidak
sempurna, jika kualitas praksis tanpa adanya kejujuran yang dimiliki oleh kaum
yang satu ini. Kaum yang satu ini menjadikan keujujuran sebagai spirit moral
dan penyangga seluruh kemampuan yang dimilikinya. Kejujuran menghiasi seluruh
gerak-gerik aktivitas kemampuannya dalam menangani seluruh taanggungjawab dan
tantangan yang sekalipun berat.
Orang mudah yang memiliki segalanya dan memiliki otak
brilian tapi tanpa kejujuran justru itu membahayakan dirinya dan lingkungan
institusi-oragnisasinya yang memiliki dampak spectrum luas secara sistemik dapat
menghancurkan sendi-sendi sosial yang lebih luas. Disinilah perlunya kejujuran
yang senantiasa dipegang tegu dengan tulus oleh sumber daya insani yang
digambarkan dalam tulisan ini.
Soal kejujran yang penting ini, N.
Syamsudin CH. Haesy (2009), dalam bukunya mengungkapkan bahwa kejujuran adalah
kemuliaan dan dusta adalah kehinaan. Disebutkan pula bahwa dalam keadaan apa
pun dan dilingkungan social manapun, para indigostar (manusia
berkualitas)mengutamakan kejujuran. Ia dipercaya untuk menjalankan suatu fungsi
serta amanat yang menjadi tugas dan kewajiban pertama sekali, justru karena
kejujurannya. Kejujurannya tidak hanya berdampak pada keberlangsungan seluruh
mekanisme kerja yang transparan dalam organisasi. Hal ini juga karena kejujuran
itu menjadi platform organisaasi-manajemen. Terutama, untuk mewujudkan
responsibilitas dan akuntabilitas dalam keseluruhan tata kelola manajemen dan
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar