Dalam
kesempatan ini, yuuk kita mencoba mengobrolkan rencana kebijakan sekolah 5 hari
yang sudah disetujui Kemendikbud dan pemerintah. Belakangan,Pelaksanaan
program pendidikan lima hari kian santer menguak ditataran eksesuksi
pelaksanaan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir
Effendy memastikan kebijakan lima hari sekolah dalam seminggu akan diterapkan
mulai tahun ajaran 2017-2018. Meskipun sebenarnya sudah banyak daerah yang
menerapkan program lima hari sekolah. Tetapi dengan adanya kebijakan Menteri
Pendidikan maka program lima hari sekolah itu berlaku untuk semua daerah di
Indonesia. Kebijakan ini tidak hanya diberlakukan bagi pendidikan dasar dan
menengah, tetapi juga untuk pendidikan agama. Terlepas dari teriakan lantang
orang-orang yang berkoar mengenahi kelemahan-kelemahan fatal dari program
sekolah 5 hari itu, tetapi sepertinya Menteri Pendidikan sudah tidak lagi
menghiraukan suara-suara itu. Pendidikan lima hari tetap dilaksanakan dengan
melihat sisi dampak postif yang selama ini diyakini pak Menteri Pendidikan.
Tentu konsekuensi yang harus
ditanggung dari pelaksanaan pendidikan 5 hari adalah adanya pemadatan jam
belajar di sekolah untuk menggantikan jam belajar hari sabtu yang diliburkan.
Sebab hari sabtu dan minggu menjadi diliburkan. Tujuan utama dari gagasan ini
adalah agar siswa memiliki banyak waktu bersama keluarga atau teman terutama di
hari sabtu dan minggu. Sehingga turut mendorong pengupayaan pembentukan
karakter anak.Seain itu tentunya guru juga mendapat tuntutatn pemadatan jam
mengajar dalam seminggu. Artinya beban belajar siswa dan guru semakin padat
seharian penuh sehingga tiada waktu bagi siswa dan guru untuk istirahat. Dengan
jam belajar yang pada itu siswa dan guru lebih banyak memiliki waktu untuk
berinteraksi dan tentu guru memiliki kesempatan banyak untuk menumbuhkan
pembinaan karakter positif pada siswa.
Kebijakan program sekolah lima hari
kita saksikan memang banyak diterapkan dan dibuktikan oleh negara-negara maju seperti
Singapura, Amerika, Jerman. Negara-negara yang memiliki pendidikan maju itu
Sabtu dan Minggu tidak sekolah alias libur. Sedangkan di Tanah Air, sistem enam
hari sekolah yang sudah diterapkan sejak lama ternyata tidak juga mendongkrak
mutu pendidikan dan kualitas negara secara keseluruhan. Di negara-negara
tersebut, siswa menghabiskan waktu di sekolah hingga sore hari. Sekolah tidak
hanya dipandang sebagai tempat akademik, tetapi sekolah lebih banyak
difungsikan sebagai pusat pengembangan kebudayaan dan pembentukan karakter
manusia melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler.
Dilain sisi, sejumlah
teriakan pihak menyebut kebijakan tersebut justru akan membuat siswa tertekan, karena
jam pelajar yang dipadatkan seharian penuh mulai dari pukul 07.00 hingga 16.00
WIB. Tekanan psikologis ini akan berakibat fatal bagi tumbuh kembang sang anak.
Psikologis siswa akan tertekan dan stress terutama bagi siswa yang hanya
memiliki lingkungan sekolah sempit tidak memiliki lahan terbuka hijau. Hal ini
tidak bisa lepas dari kenyataan masih banyaknya mayoritas lembaga pendidikan di
Indoensia yang mengalami keterbatasan dalam banyak aspek, baik aspek tenaga
pendidik, sarana prasarana, dan infrastruktur yang ada. Kondisi fasilitas yang
serba terbatas ini merupakan fenomena kebanyakan lembaga pendidikan yang ada di
negeri ini Selain tekanan psikologis juga dapat menghilangnya masa bermain anak
di luar sekolah. Alhasil, kebijakan
sekolah lima hari ini tak lain sebagai wajah lain dari program full day school
yang sempat diwacanakan Kemendikbud namun banyak ditolak oleh berbagai pihak.
Terlepas
dari pro dan kontra kebijakan ini dengan realisasi didepan mata, yang jelas
kita patut memastikan bahwa kebijakan
program pendidikan lima hari telah melalui pengkajian secara komprehensif dan
sangat hati-hati melalui proses yang panjang. Sehingga dampak negatifnya tidak
memperunyam kekacauan pendidikan nasional kita.
Dengan sekolah lima
hari penuh dimulai dari pukul 07.00 hingga 16.00 WIB. Lalu yang kita tanyakan
itu berarti akan mematikan lembaga pendidikan Diniyah Ta’miliyah Awaliyah (DTA),
yang selama ini telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam membekali
anak memahami dasar dasar ajaran agama.
Selama ini banyak diantara anak-anak di daerah yang menggunakan waktu
siangnya untuk melanjutkan belajar agama di Madrasah yang umum nya dimulai
pukul 14.00 siang hingga 16.00 sore.
Peranan madrasah
sebagai lembaga pendidikan yang berfokus pada penekanan pemahaman agama telah
terbukti sedikit banyaknya turut membentuk karakter religisus siswa. Jika
program sekolah 5 hari itu diterapkan hingga sore hari maka jelas sulit bagi
anak-anak untuk mengikuti sekolah madrasah yang sudah kelelahan mengikuti
pendidikan formal dari pagi hingga sore hari. Persoalan inilah kiranya yang
perlu mendapat penjelasan dari hasil kajian komprehensif kebijakan program 5
hari sekolah, selain aspek masalah lainnya.
Selain itu yang harus
dipikirkan adalah bahwa Indonesia tidak hanya Jakarta semata, tetapi juga
terdiri dari berbagai daerah yang masih belum merata dalam banyak kualitas
kehidupannya, terutama dalam hal ekonomi. Jika program sekolah lima hari
diterapkan maka tentunya uang jajan siswa semakin bertambah, sebab siswa harus
menghabiskan waktunya seharian di sekolah yang tentunya mengharuskan uang jajan
ekstra dari orang tua. Dengan kondisi ekonomi yang serba sulit seperti saat ini
diharapkan tidak menjadi kendala bagi siswa miskin yang mengalami keterbatasan
sisi ekonomi orantuanya.
Jika memang nantinya
kebijakan sekolah lima hari ini tetap dilaksanakan oleh Kemendikbud,
bagaimanapun kita harus optimis dan semua pihak untuk menyambut kebijakan ini
dengan menyiapkan segala sesuatunya. Kita optimis bahwa kebijakan ini adalah
solusi dan trobosan yang baik untuk perbaikan dunia pendiidkan nasional kita.
Pada awal mulanya mungkin kebijakan ini akan mendapat banyak tantangan dan
terasa pahit diterima, tetapi semoga dengan berjalannya waktu kebijakan ini
dapat menjadi solusi perbaikan pendidikan Indonesoia.